Tanpa Riba
Oleh Dahlan Iskan
”Saya pun, di alat kesehatan, tidak mau lagi ikut proyek pemerintah,” katanya. Ia tidak mau kalau harus menyogok.
Lain lagi dengan Thohir Fauzi. Yang usaha garmennya sampai ekspor ke Korea Selatan. Yang pabriknya di luar kota Ponorogo --dekat Pondok Modern Gontor.
”Utang bank itu seperti candu. Tidak bisa lepas. Selalu saja top up,” ujar Thohir.
”Tidak ada di antara kami ini yang utangnya berkurang. Dari tahun ke tahun terus naik,” katanya. ”Kami takut sampai meninggal pun masih punya utang,” tambahnya.
Padahal, kata mereka, barang siapa meninggal masih punya utang akan masuk neraka. Itulah sebabnya di kuburan selalu ada adegan deklarasi utang.
Perwakilan keluarga selalu bertanya kepada kerumunan pelayat yang ada di kuburan itu: kalau almarhum punya utang agar menghubungi keluarga. Untuk diselesaikan.
Sedang untuk utang yang kecil-kecil, pihak keluarga biasanya minta agar diikhlaskan. Terutama bagi mereka yang tidak mau menagih --karena tidak seberapa atau karena iba. Jangan sampai tidak menagih tapi juga tidak mau merelakan.
Diskusi di halaman belakang itu pun asyik --di bawah dua pohon besar di situ. Membicarakan utang memang tidak kalah menarik dari seks.