Tarif Mongol Rp 5 Juta Per 8 Menit

Tarif Mongol Rp 5 Juta Per 8 Menit
Rony Immanuel alias Mongol Stress saat ditemui di Sarinah, Kamis (23/12/2011) lalu. Foto: M. Dinarsa Kurniawan/JAWA POS
Uang dan popularitas. Semua itu sama sekali tak terbayangkan saat dirinya memutuskan untuk merantau ke Jakarta. Sebab, ketika itu, tekadnya hanya satu: menjadi pendeta. Kebetulan, ada kenalan yang berjanji mau membiayai jebolan Sekolah Pertumbuhan Orang Percaya (SPOP) di Gereja Injil Seutuh Indonesia (GISI), Manado, tersebut masuk sekolah pendeta.

Tapi, sang kenalan ternyata ingkar janji. Mongol ditelantarkan dan dititipkan kepada orang yang tak dia kenal di Tanjung Priok. "Karena malu untuk pulang, saya pun bertekad bertahan di Jakarta. Meski, boleh dibilang, ketika itu saya hanya berbekal niat dan uang recehan di kantong," kenangnya.

Namun, tekadnya untuk menjadi pelayan Tuhan tak luntur. Dia pun akhirnya berkesempatan mendapat pendidikan rohani di Sekolah Orientasi Melayani (SOM) milik Gereja Bethel Indonesia (GBI) di daerah Sunter, Jakarta Timur.

Masuk pada 1998, Mongol menamatkan SOM pada 1999. Sejak saat itulah dia mulai bertugas sebagai penginjil dan memberikan pelayanan di GBI. Karena tidak ingin terus-menerus merepotkan pihak gereja, pada 2002, sembari tetap memberikan pelayanan, dia melamar sebagai pegawai honorer di sebuah instansi pemerintah yang tidak mau dia sebutkan dan bertahan sampai sekarang.

NASIB seseorang memang kesunyian masing-masing. Sekelebat kesempatan tak terduga bisa dengan cepat mengubah peruntungan. Mongol Stres adalah salah

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News