Tawa Duka
Oleh: Dahlan Iskan
Salah seorang perusuh Tionghoa berpendidikan marketing di Los Angeles. Ia dapat tawaran kerja di sana, tetapi pilih pulang ke Indonesia: untuk membuat program satu juta kacamata bagi anak orang miskin yang memerlukannya.
Latar belakangnya mengharukan. Ada anak kecil. Nilai rapornya buruk. Dimarahi terus oleh orang tuanya. Sampai si anak depresi.
Belakangan baru diketahui bahwa pandangan anak itu blaur. Ia tidak bisa membaca huruf-huruf yang ditulis guru di papan tulis.
Perusuh yang satu lagi lulusan Toronto. Ilmu komputer. Ia memilih terjun ke pertanian organik. Istrinya seorang dokter. Lima tahun lagi pensiun dari BRIN. Sang istri juga ikut terjun ke pertanian organik.
Yang sarjana matematika murni tadi, juga terjun ke pertanian: hortikultura. Di Blitar. Mula-mula sewa lahan orang lain. Sekarang sudah punya lahan pertanian sendiri.
Pak Thamrin Dahlan adalah salah seorang perusuh tertua. Usianya 70 tahun. Ia pensiunan polisi. Pangkat terakhirnya kolonel. Satu tingkat lebih tinggi dari pangkat Polwan istrinya.
Pak Thamrin sudah menulis lebih 70 buku. Juga ribuan puisi.
Sedang perusuh termuda berumur 23 tahun. Masih semester 5. Agak telat. Selama pandemi ia istirahat kuliah. Ia juga melakukan sayembara.