Tawaduk Thinking
Oleh: Dahlan Iskan
Akan tetapi mereka yang pintar-pintar itu toh gagal di esai dalam tes masuk UC Berkeley, padahal mereka sudah dilatih khusus untuk membuat esai. Satu bulan penuh. Menjelang tes masuk. Toh gagal.
Diskusi kian menarik. Mengapa kegagalan itu terjadi. Ketemulah penyebab di hulunya. Anda pun sudah tahu penyebab di hulunya itu: tidak dimilikinya critical thinking.
Anda bisa tidak setuju. Anda bisa bilang penyebabnya bukan itu. Sayangnya Anda tidak terlibat dalam diskusi sehingga tidak terekam di sini.
Kalau benar penyebabnya ketiadaan critical thinking maka alangkah sulitnya mengatasinya. Tidak bisa dengan ''pendidikan singkat satu bulan''. Pun tiga bulan.
Di Amerika, critical thinking itu sudah menjadi bagian dari pendidikan. Sejak SD. Critical thinking bukan dianggap kemasan. Yang bisa dibungkuskan belakangan -dengan dicarikan bungkus plastik, kertas bekas atau daun pisang.
Gejala ketiadaan critical thinking itu bisa terlihat di kelas: begitu sedikit siswa yang berani bertanya kepada guru. Dan guru begitu pelit memberikan rangsangan kepada siswa untuk berani bertanya.
Ini juga disinggung saat kami diskusi dengan Prof. Dr. Djodji Anwar di lab teknik mesin di UC Berkeley. Dia pernah diundang mengajar di kelas sekolah Indonesia. Dia melihat gejala itu.
"Kalau kelas lagi ribut dengan siswa yang bicara antar-mereka sendiri gampang membuat mereka diam. Ajukan permintaan: siapa yang mau bertanya? Kelas akan kembali sunyi. Semua diam. Tidak ada yang berani bicara, takut dikira akan bertanya," ujar Anwar.