Teknologi Makin Pesat, Intelijen Harus Adaptasi dengan Cepat
jpnn.com, JAKARTA - Kemajuan teknologi yang sangat pesat menuntut intelijen beradaptasi dengan perkembangan digital.
Sebab, gerakan penyusupan intelijen tidak lagi melalui jalur darat, melainkan dunia siber.
“Telah muncul berbagai ancaman dalam bentuk dunia baru. Seperti cyber war, proxy war, perang asimetris, cyber terorism, dan perang spionase,” kata Ngasiman Djoyonegoro dalam peluncuran dan bedah bukunya berjudul Intelijen di Era Digital: Prospek dan Tantangan Membangun Ketahanan Nasional di Menara Batavia, The President Lounge, Jakarta Pusat, Rabu (10/1).
Buku itu ditulis dengan pendekatan ilmiah populer. Buku yang terdiri dari empat bab itu membahas berbagai isu penting dan genting mengenai dunia intelijen.
Menurut Ngasiman, era digital dewasa ini memunculkan beberapa istilah.
Di antaranya, low intensity wars (perang intensitas rendah), small wars (perang-perang kecil), network centric warfare (perang berpusat pada jejaring), fourth generation wars (perang generasi keempat), non-conventional/hybrid wars (perang nonkonvensional), dan asymmetric wars (perang asimetris).
Dia menambahkan, dalam satu dasawarsa pertama abad ke-21, jumlah orang yang terhubung ke internet melesat jauh.
Yakni, dari 350 juta menjadi dua miliar pengguna. Pada tempo yang sama, jumlah pengguna seluler melambung dari 750 juta menjadi lima miliar.
Kemajuan teknologi yang sangat pesat menuntut intelijen beradaptasi dengan perkembangan digital.
- 5 Langkah Utama untuk Capai Emisi Net Zero di Sektor Tenaga Listrik
- ASABRI Gandeng FHCI Perkuat Kapasitas Human Capital Lewat Teknologi
- Menkomdigi Ajak Seluruh Elemen Bangsa Promosikan Bhinneka Tunggal Ika ke Dunia
- Makin Mudah Bangun Loyalitas Pelanggan dengan OCA
- PrismaLink & UNDIRA Kolaborasi Mempermudah Akses Pembayaran Mahasiswa
- McEasy Luncurkan Pengelolaan Suku Cadang Berbasis Teknologi IoT