Teks dan Gambar : Multi Tafsir
Sabtu, 03 Juli 2010 – 00:20 WIB
Tunjukkanlah gambar buaya kepada beberapa orang, dan dengar komentar mereka. Mungkin, ada yang bilang “itu jenis reptile.” “Wah, saya teringat lelaki di sana itu bak buaya darat,” kata yang lain. “Kulitnya bisa menjadi ikat pinggang,” kata seseorang. Seorang pujangga terkenang pula pada ungkapan, “buaya muncul di sangka mati, jangan percaya mulut lelaki, berani sumpah takut mati.”
Orang Barat yang melihat temannya jatuh akan berkata “Are You fine?” Tak membuat yang jatuh lalu marah. “I’m fine, thank you.” Coba kalau orang kita, wah, Anda bilang “fine” lagi, lihat nih, jari kakiku terluka.”
Jika orang kita bertanya tentang umur adalah lumrah saja. Tapi jika yang ditanya cewek bule, ia tak enak hati melihat Anda. Apalagi bertanya, “apa sudah nikah dan apa agamanya”, ia melengos berlalu meninggalkan ANDA.
Bahasa dan gambar pastilah sulit dibakukan. Apalagi dibekukan. Tinggi tak selalu ukuran meter, bak pada tiang listrik. Apakah gedung Pengadilan Tinggi lebih tinggi dibanding Pengadilan Negeri? Bukan ukuran meter atau budi pekerti, misalnya yang satu maaf, “tinggi hati” dan lainnya ”rendah hati.” Tapi hirarki belaka.