Teks dan Gambar : Multi Tafsir
Sabtu, 03 Juli 2010 – 00:20 WIB
Papua Merdeka dan Riau Merdeka itu, konkrit atau abstrak? Tergantung konteksnya. Jika bermaksud hendak merdeka dari kemiskinan dan keterbelakangan, tak usahlah risau. Tak perlu tentara dikerahkan, dan para aktivis ditangkap.
Penyair Chairil dalam sajaknya “Di Mesjid” menulis rindunya kepada Tuhan dengan kiasan “Ini ruang (tentang masjid itu) gelanggang kita berperang.” Beda dengan kerinduan penyair Amir Hamzah, yang menulis, “Engkau ganas, engkau cemburu/ Mangsa aku dalam cakarmu/. Tapi, baik rezim kolonial Belanda dan fasis Jepang tidak menyeret kedua penyair itu ke meja hijau.
Teks dan gambar mempunyai peluang makna yang tak terbatas. Bukan makna tunggal yang absolut. Antarkita, mungkin, merasa saling memahami hal yang sama, karena asumsi yang sama, dan mungkin sering ngobrol kendati kerap pula terjadi salah sangka dan tafsir dalam berkomunikasi.
Tapi lain lingkup gaulnya bisa lain tafsirnya, baik karena usia, etnik, agama, gender, sosiolgis dan historis dan sebagainya. Toh tak ada patokan mana paling benar, apalagi paling suci dan agung, mana yang pusat dan pinggiran ruwet mendefenisikannya.