Tekstil dan Garmen Paling Terancam

Masuki FTA Asean-China

Tekstil dan Garmen Paling Terancam
Tekstil dan Garmen Paling Terancam
JAKARTA -- Pengamat ekonomi dari Universitas Indonesia (UI) Nina Sapti Triaswati mengaku sangat pesimis produk-produk dalam negeri bakal mampu bersaing dengan produk-produk luar di era Free Trade Agreement (FTA) Asean-China. Alasannya, data dari Badan Pusat Statistik (BPS) sudah menunjukkan adanya defisit perdagangan, dimana nilai ekspor lebih kecil dibanding impor. Hanya produk berbasis pertanian yang relatif mengalami surplus.

"Ini sangat memprihatinkan tatkala kita dihadapkan dengan FTA Asean-China. Sektor manufaktur dalam pengertian yang luas saya kira belum siap," ujar Nina Sapti dalam diskusi di Waroeng Daun, Pakubuwono, Jakarta, Sabtu (9/1).

Lebih rinci dia menyebut, sejumlah sektor industri yang paling tidak siap menghadapi FTA itu antara lain sektor tekstil dan garmen, seperti produk alas kaki. Hal ini sangat membahayakan lantaran sektor-sektor industri itu paling banyak menyerap tenaga kerja. Produk industri otomotif dari luar, lanjutnya, juga bakal semakin menguasai pasar dalam negeri. "Karena dalam beberapa tahun terakhir kita tidak pernah lagi mendengar mobil nasional," ujarnya.

Nina berharap, pemerintah lebih serius lagi memperbaiki infrastruktur yang menunjang dunia usaha dalam negeri. Pembangunan jalan, termasuk menambal jalan yang bolong-bolong, perlu dilakukan guna menekan biaya produksi, sehingga harga produk dalam negeri mampu bersaing dengan produk luar, khususnya produk China yang dikenal murah. Selain itu, masalah pembangunan pembangkit listrik juga harus digenjot. Termasuk perda-perda yang membenani dunia usaha, harus dicabut. (sam/jpnn)
Berita Selanjutnya:
Garuda Buka 10 Rute Baru

JAKARTA -- Pengamat ekonomi dari Universitas Indonesia (UI) Nina Sapti Triaswati mengaku sangat pesimis produk-produk dalam negeri bakal mampu bersaing


Redaktur & Reporter : Soetomo Samsu

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News