Tembak Menembak
Oleh: Dahlan Iskan
Hanya saja yang memimpin sidang pengesahan itu adalah Wakil Presiden Mike Pence. Trump sangat berharap wapres berani membalikkan hasil pemungutan suara itu.
Trump sebenarnya sudah setuju pengangkatan Clark sebagai Jaksa Agung baru. Clark juga sudah dibawa Perry ke Gedung Putih. Tidak bisa berdalih. Di buku tamu pos depan Gedung Putih ada nama Perry dan Clark pada hari itu. Gagal. Alias belum nasibnya.
Pengangkatan Clark ini urung hanya karena ada perkembangan baru: terjadi pengunduran diri masal di staf Departemen Kehakiman dan di staf Gedung Putih. Waktu pun kian mepet. Satu skenario lagi gagal.
Sulitnya, massa pendukung Trump sudah telanjur mendapat angin: Trump pasti bisa dilantik jadi presiden. Mereka sudah bersatu untuk berkumpul di Washington. Mereka siap menggagalkan pengesahan hasil Pilpres di Gedung Capitol.
Maka setelah mendengarkan orasi Trump mereka berkonvoi ngeluruk ke Capitol. Mereka menduduki gedung wakil rakyat itu. Mereka memecah kaca. Membuka paksa. Mencari pimpinan acara. Menduduki kursi Nancy Pelosi, sang ketua. Anda sudah tahu semua.
Untuk apa rumah Trump dan HP Perry sampai diubek-ubek FBI? Ini baru kali pertama rumah mantan seorang presiden digeledah. Ini kali pertama HP seorang anggota DPR disita.
Ini pasti gawat. Ternyata dua hal itu menyatu dan terpisah. Menyatunya di urusan pendudukan Gedung Capitol. Terpisahnya di urusan campur tangan Rusia dalam Pilpres Amerika. Pilpres tahun 2016 dan 2020.
Yang pertama Trump sebenarnya kalah secara suara. Tapi Hillary Clinton kalah dalam meraih jumlah ''kursi''.