Tembok Laut

Oleh: Dahlan Iskan

Tembok Laut
Dahlan Iskan. Foto/ilustrasi: Ricardo/JPNN.com

Soal cara bisa dicari. Didiskusikan. Dirumuskan. Yang fair. Yang berkeadilan.

Baca Juga:

Yang paling fair adalah lewat tender. Itu paling demokratis. Begitu banyak proyek pembangunan daerah tertinggal dilakukan di negara demokrasi. Lewat cara yang demokratis.

Memang itu memakan waktu. Banyak yang tidak sabar. Akan tetapi berdemokrasi itu harus lebih sabar.

Kalaupun ditenderkan kita juga sudah tahu siapa yang bisa ikut lelang. Orang seperti saya tidak akan mampu masuk ke proyek seperti itu. Entah kalau setingkat Prof Pry. Sejuta Pak Thamrin bergabung pun tak kan kuat ikut tender seperti itu.

Di Mumbai –yang dibahas perusuh berhati halus Mirwan Mirza tiga hari lalu– benar-benar menarik.

Kampung kumuh di tengah kota Mumbai yang kian modern itu luasnya dua kilometer persegi. Kumuh dan ruwet. Saya bergidik ketika melihatnya di sana.

Setelah berkali-kali ditenderkan, pemenangnya, ya, itu-itu juga: Adhani –orang terkaya di sana. Orang dekat penguasa saat ini –Perdana Menteri Narendra Modi. Bukan orang sekelas kita.

Menetapkan wilayah seperti itu sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN) mungkin perlu. Tinggal seperti apa "isi" dalam PSN itu. Bahkan, penetapan sebagai PSN bisa menaikkan harapan pemerintah untuk mendapat uang lebih besar dari pemenang tender.

Sebaiknya pembongkaran pagar laut itu jangan diteruskan. Cukup satu kilometer saja. Itu cukup sebagai bukti Presiden Prabowo Subianto mendengar suara rakyat.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News