Tentang Lothario, Bethsy, dan Budi Gunawan
Hasan Aspahani

PAK Hakim Sarpin Rizaldi yang saya hormati. Saya ingin menceritakan ulang satu lakon drama yang naskahnya saya baca di buku Max Havelaar karya Multatuli. Ya, itu adalah nama samaran Eduard Douwes Dekker seorang pengarang dari Belanda yang pernah delapan belas tahun menjadi pegawai pada pemerintahan colonial Hindia Belanda.
Kembali ke Belanda nalurinya terusik. Dia tidak bisa tenang karena tidak bisa melupakan betapa buruknya perlakuan penjajah, negerinya sendiri, kepada penduduk Lebak, Banten.
Drama yang tidak dipublikasikan itu, demikian Multatuli memberi keterangan pada kutipan naskah drama di awal novelnya itu, bercerita tentang Lothario, seorang pelayan yang dijatuhi hukuman mati atas tuduhan membunuh seorang wanita.
“Tuanku, ini lelaki yang membunuh Bethsy,” ujar Polisi.
“Dia harus digantung. Bagaimana cara dia melakukannya?” kata Hakim.
“Dia mencincang dan menggarami tubuh Bethsy,” jawab Polisi.
“Dia penjahat besar. Dia harus digantung,” ujar Hakim.
Lothario, lelaki yang dituduh itu, membela diri. “Tuanku, saya tidak membunuh Bethsy; saya memberinya makanan, pakaian, dan merawatnya. Saya bisa memanggil saksi-saksi yang akan membuktikan bahwa saya lelaki baik, dan bukan pembunuh.”
PAK Hakim Sarpin Rizaldi yang saya hormati. Saya ingin menceritakan ulang satu lakon drama yang naskahnya saya baca di buku Max Havelaar karya Multatuli.
- Eksistensi Suap Hakim, Mafia Hukum dan Peradilan di Indonesia: Penyakit Kronik dan Upaya Penanggulangannya
- Revisi UU TNI: Menyelaraskan Ketahanan dengan Dinamika Zaman
- Bawaslu Konsisten Mengawal Demokrasi
- Paradigma Pemidanaan KUHP Nasional
- Danantara dan Komitmen Presiden Bagi Hilirisasi SDA-Tanaman Pangan
- Papua dan Ujian Prabowo - Gibran