Tentara Bertanya: Mas-Mas Ini Siapa? Lagi Nyamar ya?
”Hanya pamit saja ke yang punya negara,” ujar dia, menjawab pertanyaan Jawa Pos. Anak buah yang duduk di ujung speedboat langsung naik ke kapal tersebut dengan percaya diri. Perjalanan pun kembali dilanjutkan saat dia kembali ke posisi semula.
Karman lalu memulai perjalanan selama 40 menit menyusuri selat Tawau–Sebatik. Bukannya penumpang tegang, speedboat yang menghantam ombak pasang saat sore membuat rasa takut mencair. Tak beda dengan menaiki banana boat. Penumpang harus terus berpegangan dan rela wajahnya tertampar air laut selama perjalanan.
Tepat saat memasuki wilayah Sebatik milik Indonesia, Karman berhenti untuk kali kedua. Kali ini dia merapat ke pos penjagaan TNI-AL Sei Panjang. Semua penumpang pria harus diperiksa. Tak terkecuali kami. Mulai jaket hingga kaus kaki harus dilepas. Hanya, tas kami yang ada di kapal tak ikut digeledah. ”Biasa saja lah. Jangan terlalu tegang,” ucap tentara yang menggeledah Jawa Pos.
Dari pos pemeriksaan, Karman kembali melaju untuk menuju Sungai Nyamuk yang berjarak hanya 10 menit perjalanan. Setelah memasuki jembatan di ujung kompleks rumah apung, kami akhirnya tiba di tanah air melalui jalur tikus.
Memang mudahnya akses antara Tawau–Sebatik sudah menjadi fakta paling terkenal di Kabupaten Nunukan. Hal tersebut sampai memunculkan perkataan ”pagi dideportasi, sore sudah minum kopi”. Artinya, imigran Indonesia yang dideportasi ke Nunukan bisa langsung kembali ke Tawau melalui jalur Sebatik.
Jawa Pos pun sebelumnya sempat mencoba jalur Nunukan–Sebatik dengan Kepala BNP2TKI Nusron Wahid. Jika mau melewati jalan kasar berkelok, seseorang bisa ke Kota Tawau dengan bermodal Rp 200 ribu saja. Perinciannya, Rp 30 ribu untuk sewa kapal ke Nunukan–Sebatik, Rp 70 ribu untuk naik mobil menuju Sungai Nyamuk, lalu Rp 100 ribu untuk sewa speedboat menuju Tawau.
Esoknya rombongan pun memutuskan untuk kembali mencoba jalur tikus menuju Malaysia. Harapannya, kami bisa bertemu langsung dengan TKI yang ingin kembali ke Malaysia. Menurut informasi, BP3TKI Nunukan menerima gelombang TKI yang dideportasi. Namun, tak terlihat rombongan yang menuju pelabuhan.
Pada pukul 09.00, kami berdua terpaksa kembali ke Tawau untuk mengejar jadwal kapal resmi Tawau–Nunukan hari itu. Untuk mengecek semua fakta, saya memutuskan untuk menyamar sebagai imigran gelap. Dari hotel tempat rombongan menginap, saya dan Dwi mencari orang yang bisa mengantarkan penumpang tanpa dokumen apa pun.
NUNUKAN merupakan kabupaten yang letaknya di perbatasan. Daerah yang masuk wilayah Kalimantan Utara itu menjadi pintu keluar masuk favorit
- Setahun Badan Karantina Indonesia, Bayi yang Bertekad Meraksasa demi Menjaga Pertahanan Negara
- Rumah Musik Harry Roesli, Tempat Berkesenian Penuh Kenangan yang Akan Berpindah Tangan
- Batik Rifaiyah Batang, Karya Seni Luhur yang Kini Terancam Punah
- 28 November, Masyarakat Timor Leste Rayakan Kemerdekaan dari Penjajahan Portugis
- Eling Lan Waspada, Pameran Butet di Bali untuk Peringatkan Melik Nggendong Lali
- Grebeg Mulud Sekaten, Tradisi yang Diyakini Menambah Usia dan Menolak Bala