Tentara Menulis

Oleh: Dahlan Iskan

Tentara Menulis
Dahlan Iskan (Disway). Foto: Ricardo/JPNN.com

Maka, sekarang ini, antara yang berpidato dan yang mendengarkan jalan sendiri-sendiri. Yang berpidato terus berbicara, yang mendengarkan membuka HP. Sibuk dengan layar masing-masing.

Dulu, pidato yang panjang ditinggal ngobrol dengan yang duduk di sebelah. Sampai ada yang menegur: jangan berisik.

Kini tidak ada lagi suara berisik yang perlu ditegur. Mereka ngobrol secara diam-diam: dengan HP masing-masing.

Mereka tidak memperhatikan pidato tetapi lebih terlihat sopan.

Saya usul: para penulis teks pidato menyadari kenyataan baru itu. Lalu bisa meyakinkan pimpinan: di zaman sekarang pidato panjang tidak ada yang mendengarkan.

Sisi baiknya: semakin banyak pejabat yang memulai pidato dengan komunikatif. Ada yang memulai dengan melontarkan celetukan yang jenaka. Yang mendengarkan senang.

Yang juga ditanyakan: bagaimana menulis angka-angka dalam teks pidato.

Ini dilema. Pidato sering dijadikan referensi. Tetapi jarang yang menggunakan pidato oral sebagai referensi. Yang dijadikan referensi adalah teks pidato.

Saya latihan menembak dan tentara latihan menulis. Saya diberi Pangdam Brawijaya Mayjen Farid Makruf 10 peluru...

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News