Tepuk Tangan buat Dua Perempuan Hebat Ini, Luar Biasa!
Di setiap camp itu mereka beristirahat di sebuah tenda kecil. Karena medannya miring, tendanya juga miring. Saat tidur pun, mereka juga harus miring. Namun, selama di camp-camp tersebut, Dee Dee dan Mathilda tidak lagi merasakan tidur yang menyengsarakan meski medannya miring.
Sebab, mereka sudah dilengkapi tabung oksigen. Selama berjalan, mereka menghirup oksigen. Begitu pula ketika saat tidur, oksigen tidak pernah lepas dari hidung mereka. ’’Kalau saat tidur, tabung oksigennya ditaruh di samping,’’ jelasnya.
Mathilda menceritakan, perjalanan menuju puncak Everest benar-benar dimulai dari camp 3. Saat itu, sekitar pukul 21.00 waktu setempat, mereka dibangunkan dua pemandu yang berasal dari etnis Sherpa. Keduanya bernama Pemba Tenzing dan Pasang Tendi.
Setelah terjaga, mereka bergegas melanjutkan pendakian. Dari foto yang mereka tunjukkan, kondisi masih gelap gulita. Medan yang mereka lalui malam itu berupa tebing. Meski sudah dilengkapi dengan oksigen, tidak berarti mereka sama dengan di daratan biasa.
’’Saya sempat mengira akan kolaps. Tetapi, ternyata oksigennya mampet,’’ jelas Dee Dee. Pagi harinya perjalanan menuju puncak Everest akhirnya berakhir dengan manis. Mereka berada di pucuk Gunung Everest bersama para pendaki lain dari penjuru dunia.
’’Pendakian lancar. Tapi, bukan berarti mudah. Untungnya, cuaca cerah dan dapat pendamping yang andal,’’ sambung Mathilda. Dia merasa bangga dan lega karena akhirnya bisa sampai puncak Everest.
Lantas, apakah motivasi mereka menjalankan misi seven summits tersebut? Mathilda mengatakan, sejatinya misi awal mereka ke puncak Gunung Carstensz Pyramid adalah penggantian tali. Kemudian, mereka melihat ada peluang untuk melakukan seven summits.
’’Kita juga termotivasi karena belum ada perempuan yang seven summits. Kenapa tidak sekalian saja seven summits,’’ jelasnya. Kemudian, tim WISSEMU langsung dibentuk sekaligus menyusun perencanaan. Termasuk urutan puncak gunung yang akan ditaklukkan.
Dee Dee dan Mathilda membagi kisahnya menaklukkan tujuh puncak tertinggu di dunia, menancapkan Merah Putih di sana.
- Rumah Musik Harry Roesli, Tempat Berkesenian Penuh Kenangan yang Akan Berpindah Tangan
- Batik Rifaiyah Batang, Karya Seni Luhur yang Kini Terancam Punah
- 28 November, Masyarakat Timor Leste Rayakan Kemerdekaan dari Penjajahan Portugis
- Eling Lan Waspada, Pameran Butet di Bali untuk Peringatkan Melik Nggendong Lali
- Grebeg Mulud Sekaten, Tradisi yang Diyakini Menambah Usia dan Menolak Bala
- AKBP Condro Sasongko, Polisi Jenaka di Tanah Jawara