Terinspirasi Australia, Majukan Seni Serat Kontemporer di Indonesia

Terinspirasi Australia, Majukan Seni Serat Kontemporer di Indonesia
Terinspirasi Australia, Majukan Seni Serat Kontemporer di Indonesia

Terkesan dengan majunya seni tekstil kontemporer di Australia, seorang alumni University of Wollongong, Aprina Murwanti bertekad akan mempromosikan kekayaan tekstil Indonesia di panggung seni rupa kontemporer Indonesia sekembalinya dari Australia. Ia mewujudkan niatnya tersebut dengan membentuk Indonesia Contemporary Fiber Art Movement (ICFAM).

Gerakan Seni Serat Kontemporer Indonesia atau Indonesia Contemporary Fiber Art Movement (ICFAM) merupakan wadah baru bagi para pecinta seni serat di Indonesia. Sejak berdiri tahun 2015 lalu, lembaga ini giat mempromosikan seni serat kontemporer lewat kegiatan workshop pembuatan soft sculpture di masyarakat maupun pameran.
Keberadaan ICFAM digagas oleh Aprina Murwanti, dosen seni rupa Universitas Negeri Jakarta yang juga alumni dari Faculty of Creative Arts, University of Wollongong, NSW, Australia. Sewaktu menempuh studi PhD di Universitas Wollongong pada tahun 2010-2013, Aprina Murwanti, mengaku amat terpesona dengan perkembangan seni serat atau tekstil kontemporer di Australia.

Terinspirasi Australia, Majukan Seni Serat Kontemporer di Indonesia
Aprina Murwanti, pendiri Indonesian Contemporary Fiber Art Movement (ICFAM) yang meraih gelar PhD Creative Art dari Universitas Wollongong, NSW, Australia.

Suplied : Aprina Murwanti


Melalui berbagai pameran dan event seni tekstil yang diikutinya selama berada di Australia, Ia menyadari kalau seni serat di Indonesia sangat jauh tertinggal dan pemahaman mengenai seni serat sangat dangkal.
"Seni serat di Indonesia itu sekarang ini boleh dibilang belum mendapat tempat dan masih menjadi cabang seni yang belum banyak dipahami masyarakat Indonesia dibandingkan seni lukis atau mural. Mereka rata-rata mengangap seni serat itu boneka atau kerajinan tangan bukan seni, pelakunya rata-rata berumur 60-70-an, bahkan ada yang sudah stroke,”
“Di Australia sangat berbeda, pelaku seni serat masih muda-muda dan tidak ada gap antara seni serat dengan seni-seni yang lain. Jadi misalnya kalau ada Bienalle mereka juga menampilkan seni serat, di pameran-pameran juga pasti member ruang untuk seni serat. Jadi seni serat di sana sangat hidup,”

Terinspirasi Australia, Majukan Seni Serat Kontemporer di Indonesia
Seni serat berupa boneka Barbie yang dijahit dan dirajut dalam balutan busana khas profesi wanita Indonesia dalam pameran ICFAM Stitching The Gap di Jakarta.

(www.icfamjakarta.wordpress.com)


Meski identik dengan kain sebagai media utamanya, namun menurut Aprina Murwanti seni serat tidak hanya terbatas pada seni kain nusantara seperti yang selama ini dipersepsikan orang.
“Kalau seni kain nusantara atau wastra itu kan terbatas di tradisi teknik dan kerajinan kain saja, misalnya membuat kain dari serat tanaman Sansieviera, kita sikat dan jadikan kain dengan cara ditenun. Itu wastra. Tapi seni serat lebih luas.lagi, kita bisa gabung kain tadi dengan seratnya langsung dan dibuat boneka, instalasi, public art dan banyak lagi. Jadi seni serat lebih fleksibel, tidak hanya terbatas di kain dan dipakai untuk fashion saja.”

Terinspirasi Australia, Majukan Seni Serat Kontemporer di Indonesia
Pengunjung pada pameran Seni Serat yang digelar oleh ICFAM pada 20 November 2015, di Jakarta.

Suplied: Aprina Murwanti


Kondisi ini menurut Aprina Murwanti sangat disayangkan, karena seni tekstil Indonesia sangat kaya dengan beragam corak dan bentuk khas dari masing-masing daerah. Dan kekayaan ini belum banyak terekspos bagi para pencinta seni serat di dalam dan di luar negeri.
“Kebetulan untuk disertasi S-3 saya membuat instalasi dan pameran seni serat dari kain lurik, saya buat soft sculpture untuk menceritakan tentang Indonesia dan hubungan antara Islam dan perempuan di tanah air. Responnya luar biasa, tapi banyak yang mengira kain yang saya gunakan dari Thailand, mereka tidak kenal kain Lurik,”
“Dari situ saya berfikir, nanti kalau pulang ke Indonesia saya harus melakukan sesuatu. Saya mau bikin komunitas, mau buat pameran, gak tau gimana caranya atau dari mana dananya,”

Terkesan dengan majunya seni tekstil kontemporer di Australia, seorang alumni University of Wollongong, Aprina Murwanti bertekad akan mempromosikan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News