Terinspirasi Kasus Ibu Hamil yang Meninggal di Perahu
Rabu, 10 April 2013 – 00:11 WIB
Ditemui di Jakarta Kamis pekan lalu (30/3), peraih piala Satu Indonesia 2012 itu bertutur panjang lebar soal suka-duka berdinas di pedalaman Inhil. "Tempat saya benar-benar terpencil, jauh sekali dari kota. Aliran listrik tidak menyala 24 jam setiap hari," ungkap perempuan kelahiran Riau, 27 Oktober 1984, itu.
Alumnus D-3 Akademi Kebidanan Padang 2007 tersebut menjadi bidan PTT (pegawai tidak tetap) mulai 2008 di Pemkab Indragiri Hilir. Dia lalu ditempatkan di desa terpencil di tengah hutan itu.
Baru bertugas, dia sudah dihadapkan pada kondisi kesehatan masyarakat setempat yang memprihatinkan. Yakni, angka kematian ibu dan bayi baru lahir yang cukup besar. "Untuk ukuran desa kecil, angka kematian satu jiwa saja sudah besar," katanya. Di desa itu ada sekitar 1.030 jiwa penduduk.
Istri Juslamin itu berterus terang, gaji pokok sebagai bidan PTT di Inhil Rp 1,2 juta per bulan. Sebagai bidan yang bekerja di daerah khusus, Rosmiati mendapat tunjangan khusus Rp 2 juta per bulan. Dia mengaku penghasilan tersebut sudah cukup untuk hidup bersama suami dan anaknya.
Masih banyak wilayah Indonesia yang memiliki infrastruktur medis minim. Antara lain, pedalaman Kabupaten Indragiri Hilir, Riau, tempat bidan Rosmiati
BERITA TERKAIT
- Setahun Badan Karantina Indonesia, Bayi yang Bertekad Meraksasa demi Menjaga Pertahanan Negara
- Rumah Musik Harry Roesli, Tempat Berkesenian Penuh Kenangan yang Akan Berpindah Tangan
- Batik Rifaiyah Batang, Karya Seni Luhur yang Kini Terancam Punah
- 28 November, Masyarakat Timor Leste Rayakan Kemerdekaan dari Penjajahan Portugis
- Eling Lan Waspada, Pameran Butet di Bali untuk Peringatkan Melik Nggendong Lali
- Grebeg Mulud Sekaten, Tradisi yang Diyakini Menambah Usia dan Menolak Bala