Terinspirasi Nasib Tragis Teman, Dapat Apresiasi dari BNN

Terinspirasi Nasib Tragis Teman, Dapat Apresiasi dari BNN
SUDAH TOBAT: Dari kiri, Kusworo, Didik Ali Rusdi, Ari Indra, dan Muslimin. Foto: Indiani Kusuma/Jawa Pos

Selain habis-habisan soal materi, pengguna putau rentan terjangkit HIV/AIDS. Sebab, untuk menghemat barang, mereka tidak lagi mengonsumsinya dengan cara di-drug (istilah mereka untuk menyebut teknik membakar dan menghirup asap putau, Red), tetapi di-cucauw (disuntikkan). Nah, karena menggunakan jarum suntik bergantian dengan teman, para pecandu itu rentan terkena penyakit yang menghilangkan kekebalan tubuh tersebut.

Setelah satu-dua tahun menjadi pecandu, korban pun berjatuhan. Kalau tidak terkena meningitis(radang otak, Red), rata-rata pecandu meninggal karena HIV/AIDS. Itulah yang membuat sepuluh orang tersebut tergerak. ’’Efeknya mengerikan,’’ tambah Kusworo.

Akhirnya mereka memberanikan diri untuk mengikuti sosialisasi bahaya HIV dan cara pencegahan maupun penanganannya. Ketika itu, ada sosialisasi di puskesmas setempat. Akhirnya mereka tergerak untuk menjalani pengobatan agar tidak kembali mengonsumsi putau.

Kusworo yang saat itu menjadi ketua RW III Sawahan dan sudah bebas dari kecanduan memfasilitasi para pecandu yang ingin bertobat tersebut. Pada 2010 Kusworo membentuk komunitas.

’’Sulit bagi pecandu bisa sendirian lepas dari ketergantungan. Dia perlu lingkungan yang terus-menerus mengingatkan dan menjaganya. Hanya, keluarga mungkin malu, maka komunitas inilah jawabannya,’’ paparnya.

Di bawah tangan dingin Kusworo, komunitas tersebut mengumpulkan beberapa pecandu di kawasannya untuk berhenti dan bertobat. Usaha mengajak pecandu untuk tobat selama tiga tahun itu pun membuahkan hasil.

Pada awal 2011 komunitas itu diformalkan melalui deklarasi kecil-kecilan di Balai RW III Kelurahan Kupang Krajan, Kecamatan Sawahan, Surabaya. Namanya adalah Kompas (Komunitas Mantan Pecandu Putau Sawahan). Meski sangat sederhana, acara tersebut dihadiri Wali Kota Surabaya saat itu Bambang Dwi Hartono.

’’Walaupun sederhana, wali kota, Kapolsek, camat, kepala BNN Kota Surabaya, dan semua anggota Kompas hadir dalam deklarasi ini,” jelas Kusworo, pembina Kompas, ketika ditemui di balai RW III.

MENJADI pecandu putau biasanya berujung pada beban keluarga, jadi sampah masyarakat, dan meninggal mengenaskan. Namun, tidak bagi sejumlah pecandu

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News