Terlalu Konsumtif, 28 Persen Masyarakat Bangkrut
jpnn.com - JAKARTA - Kuatnya daya beli masyarakat selama ini menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia. Namun penelitian perusahaan riset global Kadence International memunculkan fakta bahwa tingginya sifat konsumtif sudah menjerumuskan sebagian masyarakat ke dalam jerat utang.
Deputy Managing Director Kadence International Indonesia Rajiv Lamba mengatakan, berdasar penelitian bertajuk "Share of Wallet" terungkap bahwa 28 persen masyarakat memiliki pengeluaran yang lebih besar daripada pendapatan, alias besar pasak daripada tiang. "Kelompok ini masuk kategori bangkrut, karena setiap bulan harus berutang untuk membiayai pengeluaran," ujarnya kemarin (20/11).
Penelitian sepanjang Juli - Oktober 2013 tersebut dilakukan terhadap 3.000 responden masyarakat perkotaan yang tersebar di Jabodetabek, Surabaya, Medan, Balikpapan, Makassar, serta masyarakat pinggiran kota yang ada di wilayah Sumatera Barat, Jawa Tengah, dan Kalimantan Barat.
Dalam risetnya, Kadence membagi masyarakat ke dalam empat kelompok. Pertama, kelompok Deep Pocket alias kantong tebal dengan rata-rata pendapatan Rp 8,8 juta per bulan dan pengeluaran Rp 4,5 juta per bulan. Kelompok ini memiliki kemampuan menabung hingga lebih dari Rp 2 juta per bulan. "Ini adalah survei rumah tangga. Jadi, pendapatan merupakan gabungan dari suami dan istri," terangnya.
Kedua, kelompok pragmatic dengan pendapatan Rp 5 juta per bulan dan pengeluaran Rp 3,6 juta per bulan. Kelompok ini menabung Rp 1 - 2 juta per bulan. Ketiga, kelompok On Edge alias di ujung kebangkrutan. Kelompok ini memiliki pendapatan sekitar Rp 3,9 juta per bulan dengan tingkat pengeluaran Rp 3,5 juta per bulan. Golongan ini memiliki kemampuan menabung Rp 0 - 1 juta per bulan, namun rentan terhadap guncangan ekonomi keluarga.
Keempat, kelompok Broke alias bangkrut. Kelompok ini memiliki pendapatan Rp 4,3 juta per bulan atau lebih tinggi dari kelompok On Edge. Namun, sayangnya kelompok ini memiliki pengeluaran sangat tinggi, yakni hingga Rp 5,8 juta per bulan, tertinggi dibanding kelompok yang lain. "Kelompok ini sebenarnya bukan rumah tangga dengan ekonomi pas-pasan, tapi memang sangat konsumtif," ucapnya.
Sebagai gambaran, kelompok Broke ini membelanjakan Rp 1,2 juta per bulan untuk makanan dan minuman, Rp 1,05 juta untuk biaya sewa dan iuran (listrik, air, pulsa, gaji pembantu, dan lainnya), serta Rp 1,02 juta untuk hiburan dan pakaian. "Bahkan, belanja tersebut merupakan yang terbesar dibanding kelompok lainnya," ujarnya.
Lalu, darimana kelompok ini mendapatkan utang? Managing Director Kadence International Indonesia Vivek Thomas mengatakan, kelompok Broke ini biasa mendapatkan pinjaman dari teman, keluarga, atau bahkan rentenir. "Jadi, bukan hanya dari kartu kredit bank," jelasnya.
JAKARTA - Kuatnya daya beli masyarakat selama ini menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia. Namun penelitian perusahaan riset global Kadence
- Aplikasi Pemesanan AirAsia jadi yang Terbaik versi World Travel Tech Awards 2024
- Gelar Rising Stars, Bank Saqu Rayakan Satu Tahun Perjalanan
- Gantikan Posisi Wulan Guritno, Chef Juna jadi Komisaris Independen PT Lima Dua Lima Tiga
- Kinerja BUMN Melesat di Tahun Ini, Dividen Tercapai 100% Senilai Rp 85,5 Triliun
- Pertamina Patra Niaga Regional JBB Sigap Atasi Kebocoran Pipa BBM di Cakung-Cilincing
- MR. DIY Bakal Melantai di Bursa, Tawarkan Saham Mulai Rp 1.650