Terlalu Riskan Menaikkan Harga BBM Subsidi
jpnn.com, JAKARTA - Ekonom Indef Bhima Yudhistira mengatakan, menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi belum tepat meski pada September terjadi deflasi 0,18 persen.
’’Deflasi cuma temporer karena harga di tingkat produsen sebenarnya sudah naik. Tinggal tunggu waktu ke harga jual konsumen,’’ ujar Bhima, Rabu (3/10).
Menurut dia, pemerintah perlu mempertimbangkan mitigasi risiko kenaikan BBM ke sektor riil dan pelaku usaha.
Sebab, jika harga BBM dinaikkan tanpa mitigasi risiko ke perekonomian, langkah itu bisa menjadi blunder bagi pemerintah.
Penambahan anggaran subsidi energi dalam APBN ke Pertamina dinilai cukup tepat menahan harga BBM hingga akhir tahun.
Pemerintah memang bersikukuh tidak menaikkan harga BBM bersubsidi seperti solar dan minyak tanah serta premium hingga akhir tahun.
Harga solar saat ini masih bertahan di Rp 5.150 per liter, minyak tanah Rp 2.500 per liter, dan premium Rp 6.450 per liter.
Meski begitu, harga BBM nonsubsidi masih bisa dinaikkan guna menekan kerugian badan usaha BBM.
Ekonom Indef Bhima Yudhistira mengatakan, menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi belum tepat meski pada September terjadi deflasi 0,18 persen.
- Harga BBM Tidak Naik Meski Ada PPN 12 Persen
- Wujudkan Efisiensi & GCG dalam Penggunaan BBM Subsidi di Perkeretaapian, KAI Gandeng BPH Migas
- Polda Maluku Ciduk Dua Tersangka Kasus Penimbunan 3,4 Ton BBM di Ambon
- Kalau Bisa Jangan Menunda, Pemerintah Harus Menghapus Wacana Pembatasan BBM Subsidi
- Pengamat Nilai Langkah Pemerintah Tunda Pembatasan BBM Subsidi Sudah Tepat
- Eddy: Penundaan Pemberlakuan Pembatasan BBM Subsidi Menjaga Daya Beli Masyarakat