Terlanjur Girang, Prabowo Ternyata Salah Mengartikan Pernyataan KPK soal Kebocoran
jpnn.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang menganggap calon presiden Prabowo Subianto salah persepsi ketika mengutip pernyataan dari lembaganya tentang kebocoran anggaran negara mencapai Rp 2.000 Triliun. Padahal, Prabowo sudah terlanjur mengungkapkan kegembiraannya karena merasa didukung KPK.
Dia menerangkan, KPK tidak bermaksud mengatakan terjadi kebocoran pengeluaran anggaran. Lembaga anti-rasuah hanya menyebut potensi pendapatan negara yang bisa dicapai.
"Itu sebenarnya arti yang mungkin salah persepsi. Saya pikir itu ya," kata Saut di Gedung KPK, Jakarta, Senin (8/4).
BACA JUGA: Prabowo Bahagia Karena KPK Juga Akui Ada Kebocoran Uang Negara
Saut mengatakan, saat ini pendapatan negara mencapai Rp 2.400 triliun. Hal itu berdasarkan data dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (ABPN).
Namun, kata dia, pendapatan negara itu belum maksimal. Negara bisa meningkatkan pendapatan hingga mencapai Rp 4.000 triliun.
"Jadi, kekurangannya sekitar Rp 2.000 triliun. Jadi itu bukan kebocoran, (tapi) potensi. Jadi berpikiran bukan saya, kami juga dalam diskusi banyak tempat itu bukan soal kebocoran," ujar dia.
Saut mengatakan, pemerintah akan menerima banyak manfaat jika pendapatan negara bisa maksimal hingga mencapai Rp 4.000 Triliun. Anggaran maksimal itu, kata dia, bisa menutup defisit BPJS dan meningkatkan dana desa.
Prabowo Subianto salah ersepsi ketika mengutip pernyataan dari KPK tentang anggaran negara. Pernyataan tersebut ternyata tidak mendukung pernyataan Prabowo selama ini soal kebocoran
- Abraham Samad Laporkan Dugaan Korupsi Pagar Laut dan PSN PIK 2 ke KPK
- Laporan Kekayaan Raffi Ahmad Terungkap, Sebegini Total Hartanya
- Eks Pimpinan KPK dan Aktivis Laporkan PSN PIK 2 ke KPK, Sebut Ulah Jokowi
- Wahai Dirut Bank Bengkulu, Berapa Uang yang Diberikan kepada Rohidin Mersyah untuk Pilkada?
- KPK Merilis Kekayaan Raffi Ahmad, Sebegini Hartanya
- ART Berterima Kasih kepada Presiden yang Mengingatkan TNI-Polri soal Mandat Rakyat