Termotivasi Kombinasi Sebel, Kesel, Jengkel, tapi Ada Harapan

Termotivasi Kombinasi Sebel, Kesel, Jengkel, tapi Ada Harapan
Prof Dr Emil Salim di kediaman pribadinya di kompleks Taman Patra Kuningan. (Sofyan Hendra/Jawa Pos)
"Ini kesempatan untuk melihat masalah itu dari bawah," kata Emil. Dia geram dengan banyaknya masalah lingkungan seperti banjir, polusi, dan kemacetan. Padahal, menurut dia, banyak peraturan yang sudah bagus, namun gagal di tingkat implementasi. "Ada semacam api yang membakar. Ide bagus, tapi pelaksanaannya brengsek. Ingin mencari bagaimana kok tidak klop, tutup sama botolnya itu. Ini kombinasi sebel, kesel, jengkel, tapi juga harapan," kata Emil. Dia merasa, pengalamannya di pemerintahan dan sebagai akademisi  masih bisa terus dimanfaatkan.

Perjalanan hidup Emil memang membentang panjang. Doktor ekonomi lulusan University of California at Berkeley, AS (1961?1964) ini dikenal sebagai salah satu teknokrat-ekonom yang ikut membangun fondasi Orde Baru. 

Emil pernah bekerja 25 tahun bersama mantan Presiden Soeharto (alm) sejak 1968, ketika menjadi deputi ketua Bappenas. Karirnya di pemerintahan terus bersinar dengan menjadi menteri pendayagunaan aparatur negara (1971?1973), menteri perhubungan, telekomunikasi, dan pariwisata (1973?1978), dan menteri kependudukan dan lingkungan hidup (1978?1993).

Peraih Bintang Mahaputra Adipradana (1973) itu mengakhiri pengabdiannya di pemerintahan Orde Baru pada 1993. Dia mengatakan, itu dia lakukan bukan karena sudah tidak cocok dengan Pak Harto. "Saya sudah (bekerja) dengan Pak Harto sejak tahun 68. Wah, kalau 25 tahun itu lambat laun kan jemu. Kreativitas pun sudah hilang," kata Emil.

Di antara para anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), Prof Dr Emil Salim adalah yang tertua. Dia seorang teknokrat, ekonom, juga aktivis

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News