Termotivasi Kombinasi Sebel, Kesel, Jengkel, tapi Ada Harapan

Termotivasi Kombinasi Sebel, Kesel, Jengkel, tapi Ada Harapan
Prof Dr Emil Salim di kediaman pribadinya di kompleks Taman Patra Kuningan. (Sofyan Hendra/Jawa Pos)
Emil menyatakan, SBY memang mau tidak mau harus merangkul banyak pihak. Sebab, situasi politik saat ini sangat berbeda dari masa Orde Baru. Menurut dia, pada era Orde Baru, tidak ada yang bermain politik dalam kabinet. Soeharto juga memiliki tulang punggung mulai atas hingga bawah. Tulang punggung itu adalah ABRI, Golkar, dan Korpri. "Jadi, kalau hitam kata Pak Harto, hitam kata menteri, hitam kata gubernur, hitam kata bupati," ujarnya.

Hal tersebut berbeda dari yang dihadapi SBY. Kini ada banyak partai. Gubernur dan bupati/wali kota juga dipilih langsung. "Semua merasa punya rakyat yang memilihnya," ungkap mantan ketua Komisi PBB untuk Pembangunan Berkelanjutan itu.

Meski demikian, Emil memiliki optimisme yang cukup besar. Jika hiruk-pikuk politik seperti kasus Bank Century bisa dilewati, dia optimistis Indonesia akan menjadi negara demokrasi yang besar. "Kita harus melewati. Seperti kapal layar, anginnya kencang, bagaimana bisa melewati tanpa tenggelam. Kalau berhasil melewati, kita tambah kuat."

Emil yakin, bersama-sama negara berkembang lain seperti Brazil, Tiongkok, dan India, Indonesia akan menjadi kekuatan ekonomi baru. "Apalagi, trennya, abad ke-21 ini adalah milik Asia," katanya.

Di antara para anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), Prof Dr Emil Salim adalah yang tertua. Dia seorang teknokrat, ekonom, juga aktivis

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News