Ternyata Ini Biang Kerok Masalah Mafia Tanah di Indonesia, Sudah Mengakar
“Misanya, si A mau beli lahan itu 200 per meter persegi, maka biong itu akan langsung mendekati pemilik lahan, jual saja ke saya, saya bayar sekarang 50 meter persegi, kalau jual ke developer kan belum tahu kapan akan dibayar,” kata Verrie.
Verri menjelaskan negosiasi dalam pembebasan lahan tidak melulu harus melibatkan uang. Kadang, pemilik lahan adalah orang yang berkecukupan dan tidak mau lahannya dilepas.
Dia pun punya jurus jitu dalam menghadapi kasus seperti itu, yakni dengan profiling untuk lebih mengenal si pemilik lahan sehingga bisa melakukan komunikasi lebih bagus.
Dia menambahkan Krakatau Sarana Infrastrutur saat ini tengah membebaskan lahan di kawasan tiga. Dari total 420 hektare tinggal 86 hektare yang masih belum dibebaskan.
Verrie menyebut proses negosiasi masih terus berlanjut dan 40 persen dari 86 hektare itu sudah dalam proses pembebasan lahan.
Krakatau Sarana Infrastruktur selalu berpegangan pada payung hukum dalam melakukan proses pembebasan lahan.
Verrie mempunyai prinsip dalam menjalankan tugasnya sehari-hari yaitu semua tidak harus selesai hari ini.
“Let it flow saja, jadi gak harus semua kelar hari ini. Saya itu memegang prinsip tepuk pramuka, di sini senang, di sana senang,” pungkas Verrie. (mcr10/jpnn)
Kasus mafia tanah bukan hal yang baru, karena sejarah menyebutkan perkara tersebut sudah ada sejak presiden pertama Indonesia hingga saat ini.
Redaktur & Reporter : Elvi Robiatul
- Menteri Nusron Ungkap 60 Persen Konflik Lahan Libatkan Oknum ATR/BPN
- Dukungan Perluasan Lahan Tani 4 Juta Hektar & AUTP, Jasindo Berpengalaman Beri Perlindungan kepada Petani
- Kapolri & Menteri ATR Sepakat Kerja Sama Berantas Mafia Tanah Tanpa Toleransi
- Menteri AHY Janji Berantas Mafia Tanah Dago Elos
- Menteri AHY Soroti 2 Kasus Mafia Tanah di Wilayah Bandung
- Tok! Muller Bersaudara Divonis 3 Tahun 6 Bulan Penjara Buntut Sengketa Lahan di Dago Elos