Terorganisasi Mulai Juanda, Batam, hingga Johor

Terorganisasi Mulai Juanda, Batam, hingga Johor
Terorganisasi Mulai Juanda, Batam, hingga Johor

"Ya karena memang saya punya jalurnya hanya ke sana," ujarnya. Untuk pemberangkatan ke Malaysia, Sholeh mematok tarif Rp 3,5 juta. Nilai itu sudah bersih. Perinciannya, biaya pembuatan identitas aspal, pengurusan paspor, tiket pemberangkatan ke Batam, tiket feri Batam-Johor, pengurusan imigrasi Malaysia, dan pengantaran ke tempat pekerjaan.

Kebanyakan para calon tenaga kerja yang berangkat tersebut memang sudah memiliki kenalan atau kerabat di Malaysia. Kenalan dan kerabat itu yang nanti mencarikan pekerjaan di negeri jiran. "Kalau yang belum punya kenalan, ya kami bantu cari kerja dari orang-orang yang sudah ada di sana," paparnya.

Tanggung jawab Sholeh sebenarnya sebatas membuatkan identitas aspal, menguruskan paspor, dan mengantarkan calon tenaga kerja hingga Batam.

Seperti disebutkan di atas, untuk pembuatan identitas aspal, Sholeh sudah punya "orang" sendiri. Begitu pula saat pengurusan paspor di imigrasi. Dia memiliki partner yang bertugas memuluskan keluarnya paspor yang diurus dengan dokumen aspal.

Dua urusan itu, menurut Sholeh, tidaklah terlalu rumit. Termasuk pembuatan paspor, dia hanya bertugas membawa para calon pekerja ke kantor imigrasi. Calon pekerja dibawa untuk sekadar foto dan wawancara formalitas. "Selalu lulus kok," ujarnya.

Menurut Sholeh, proses yang terbilang rumit justru terjadi saat pemberangkatan calon tenaga kerja ke bandara. Sebab, setelah mengantongi paspor, tidak begitu saja calon tenaga kerja diantar ke bandara.

Namun, Sholeh juga harus memastikan kondisi terakhir pelabuhan-pelabuhan di Johor, Malaysia. Apakah sedang ada razia besar-besaran atau tidak. Jika kondisi di Malaysia aman, belum tentu ju­ga calon tenaga kerja bisa langsung dibawa ke bandara.

Sholeh harus kucing-kucingan dengan polisi yang sering kali melakukan penghadangan di tengah jalan. Pengantaran rombongan tenaga kerja itu tentu tidak dilakukan langsung oleh Sholeh. Dia memiliki sopir dan Sholeh tidak ada dalam rombongan tersebut. Biasanya Sholeh menunggu di Juanda dengan membawa paspor rombongan yang akan diberangkatkan. Hal itu dilakukan agar jika tertangkap, petugas korps baju cokelat tidak memiliki bukti valid tentang pengiriman tenaga kerja ilegal tersebut.

Meski beberapa kali digagalkan, praktik pengiriman tenaga kerja ilegal dari sejumlah kota di Jawa Timur tidak pernah surut. Bisnis itu makin menggurita

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News