Terorisme dan R20

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Terorisme dan R20
Pembukaan Religion Forum (R20) International Summit of Religious Leaders di Nusa Dua, Bali, Rabu (2/11). Foto: Dok. R20

Berbekal dua buku petunjuk praktis itu dua anak muda itu berangkat jihad.

Kedua anak muda itu tidak tahu banyak tentang Islam, tetapi mereka ingin melakukan jihad karena berbagai alasan yang rumit.

Alasan itu bisa jadi karena mereka tidak bahagia sebab merasa tidak diterima di lingkungan sosial Inggris, tidak punya pekerjaan, putus harapan untuk hidup yang lebih baik, miskin, serta alasan politik dan sosial yang tidak terkait langsung dengan agama.

Menurut Armstrong, hanya 20 persen di antara orang semacam kedua anak muda itu yang mempunyai pengetahuan Islam yang mencukupi.

Delapan puluh persen adalah mereka yang terlahir sebagai Islam, tetapi tidak mempelajari Islam, yang baru beralih agama, dan yang tiba-tiba belajar Islam hanya dari buku-buku sederhana itu.

Kata Armstrong, sebelum menyimpulkan bahwa agama sebagai sumber kekerasan, sebaiknya mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya mengapa seseorang atau sekelompok orang melakukan kekerasan dan mengklaim tindakan mereka atas nama agama.

Selama ini media dengan cepat menyebut tindak kekerasan seminim apa pun sebagai terorisme.

Armstrong mengingatkan bahwa mendefinisikan terorisme bukanlah hal yang sederhana.

Bukan hanya di kalangan Islam, di kalangan Yahudi, Kristen, Hindu, dan agama-agama lain juga muncul banyak sekali tindak kekerasan atas nama agama.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News