Terowongan di Darwin Ini Disulap Jadi Tempat Konser Musik
Pada Kamis (18/8) malam, Henk Rumbewas dan keluarga mudanya bernyanyi di depan para pendengar yang duduk membentang di kursi kemah dengan penggemar seadanya.
Suara drum dan sukacita bergabung menjadi satu ketika penonton kemudian dipanggil untuk bergabung dengan artis dalam ketukan conga.
Juga tampil pada Kamis (18/8) malam itu adalah Jason Gurruwiwi, sebuah artis Yolngu senior dari Galiwinku, dan keponakannya, Guyundula Burarrwanga.
Dimeriahkan beberapa kali oleh yidaki (didgeridoo) tunggal, duo tersebut bernyanyi satu sama lain dari sekitar jarak 40 meter terpisah di sepanjang terowongan; lirik mereka tentang kura-kura, kakatua dan bayi lumba-lumba yang bersahutan bersama-sama saat mereka berjalan lebih dekat satu sama lain.
"Ini membuat saya semangat di sepanjang terowongan ini untuk anggota komunitas saya di sana," kata Jason.
Sebagian besar pemain musik malam itu menggunakan instrumen angin, termasuk yidaki dan bahkan ‘whirlies’ (instrumen berbentuk tabung) dari plastik.
Anne mengatakan, suara-suara yang lebih halus ini diperlukan dalam ruangan yang, dalam beberapa hal, merupakan instrumen angin yang besar.
Pemain seruling Jepang ‘Shakuhachi’, Anne Norman, sedang menimbang merkusuar ketika ia menemukan ruang pertunjukan potensial di dalam tebing
- Inilah Sejumlah Kekhawatiran Para Ibu Asal Indonesia Soal Penggunaan Media Sosial di Australia
- Dunia Hari ini: Trump Bertemu Biden untuk Mempersiapkan Transisi Kekuasaan
- Dunia Hari Ini: Penerbangan dari Australia Dibatalkan Akibat Awan Panas Lewotobi
- Dunia Hari Ini: Tabrakan Beruntun Belasan Mobil di Tol Cipularang Menewaskan Satu Jiwa
- Korban Kecelakaan WHV di Australia Diketahui Sebagai Penopang Ekonomi Keluarga di Indonesia
- Trump Menang, Urusan Imigrasi jadi Kekhawatiran Warga Indonesia di Amerika Serikat