Tersembunyi Tapi Terlihat Nyata

Lebih parahnya, kondisi eksploitasi ini dilakukan secara sukarela oleh mereka demi bisa mendapatkan visa menetap.
Selama tiga tahun untuk riset laporan ini, ABC sudah bicara dengan lebih dari 100 pemegang visa sementara di Australia yang mengalami eksploitasi di tempat kerja dan terus mengikuti cerita mereka.
Kebanyakan orang tidak mau bicara kepada ABC, karena takut jika nantinya akan berpengaruh pada masa depan mereka atau tidak akan mendapat pekerjaan, karenanya nama-nama dalam laporan ini bukanlah nama sebenarnya.
Mereka yang bicara kepada ABC beragam, mulai dari pelajar internasional sampai 'backpacker' yang mendapat upah AU$12 [atau lebih dari Rp120 ribu] per jam, jauh dari upah minimum yang berlaku di Australia. Mereka juga mengalami kasus eksploitasi yang ekstrim dan perbudakan modern.
Kebanyakan dari mereka bekerja di kota-kota besar, di tempat-tempat yang dilewati dan dikunjungi oleh jutaan warga Australia setiap harinya.
Bahkan setelah mereka mendapat status warga negara Australia, masih banyak migran yang bekerja dengan situasi dieksploitasi selama puluhan tahun, karena tantangan bahasa dan tak memahami hak mereka, atau tak tahu harus meminta bantuan ke mana.
Agustus tahun ini, ABC bertanya bagaimana mereka dieksploitasi. Salah satu tanggapan di WeChat menyimpulkannya begini:
"Lebih mudah untuk mencari perusahaan mana yang tidak mengeksploitasi pekerja migran," ujarnya.
Dengan mimpi bisa menetap di Australia, banyak pendatang baru menerima perlakuan eksploitasi dari majikan
- Paus Fransiskus, Pemimpin Gereja Katolik yang Reformis, Meninggal Dunia pada Usia 88 tahun
- Dunia Hari Ini: PM Australia Sebut Rencana Militer Rusia di Indonesia sebagai 'Propaganda'
- Balik Kucing
- Tarif Tarifan
- Sulitnya Beli Rumah Bagi Anak Muda Jadi Salah Satu Topik di Pemilu Australia
- Rusia Menanggapi Klaim Upayanya Mengakses Pangkalan Militer di Indonesia