Terungkap, Ini Alasan Pelaku Pembantaian di Masjid Selandia Baru Ingin Bunuh Muslim
Dia memarkir mobilnya tepat di seberang Masjid Al Noor lalu menggunakan drone untuk mengamati bangunan di jalan Deans Avenue, termasuk mengamati pintu masuk dan keluar masjid.
Jaksa Barnaby mengatakan pada saat itu terdakwa "membuat catatan terperinci" tentang masjid, "untuk memastikan jumlah jamaah maksimum yang akan hadir" ketika dia melakukan kejahatan.
Kemudian pada tanggal 15 Maret 2019, Brenton meninggalkan rumah sewanya di Dunedin dan berangkat ke Christchurch.
Lalu, terjadilah peristiwa yang dalam kata-kata Perdana Menteri Jacinda Ardern disebut sebagai "hari paling kelam" di Selandia Baru.
Sebelum pembantaian itu, Brenton mengirimkan manifesto yang ditulisnya, yang berjudul The Great Replacement" ke Parlemen Selandia Baru, selain juga dimuat di situs kelompok ekstremis kulit putih dan ke berbagai media.
Dalam sidang juga terungkap Brenton sempat menghubungi keluarganya di Australia, memberitahu mereka bagaimana menghadapi polisi dan media setelah pembataian tersebut.
Kesaksian korban
Selama sidang vonis yang dijadwalkan berlangsung empat hari, pengadilan akan mendengarkan kesaksian dari lebih 60 korban selamat.
Imam masjid Al Noor, Gamal Fouda (45) merupakan penyintas pertama yang menyampaikan keterangannya.
Persidangan kasus terorisme dengan terdakwa Brenton Harrison Tarrant mulai digelar di Kota Christchurch, Selandia Baru, Senin (24/08)
- Dunia Hari Ini: Kelompok Sunni dan Syiah di Pakistan Sepakat Gencatan Senjata
- Upaya Bantu Petani Indonesia Atasi Perubahan Iklim Mendapat Penghargaan
- Dunia Hari Ini: Tanggapan Israel Soal Surat Perintah Penangkapan PM Netanyahu
- Dunia Hari Ini: Warga Thailand yang Dituduh Bunuh 14 Orang Dijatuhi Dihukum Mati
- Biaya Hidup di Australia Makin Mahal, Sejumlah Sekolah Berikan Sarapan Gratis
- Rencana Australia Membatasi Jumlah Pelajar Internasional Belum Tentu Terwujud di Tahun Depan