TERUNGKAP: Proyek Aspirasi Jadi Bancakan Anggota Dewan

Pengusaha Mengaku Setor Demi Penunjukkan

TERUNGKAP: Proyek Aspirasi Jadi Bancakan Anggota Dewan
TERUNGKAP: Proyek Aspirasi Jadi Bancakan Anggota Dewan

jpnn.com - SERANG - Sisi gelap proyek berdana hibah Dinas Sumber Daya Air dan Pemukiman (DSDAP) Banten terkuak. Sejumlah pengusaha penyedia jasa mengaku harus setor ke sejumlah oknum anggota DPRD Banten dan oknum pejabat DSDAP Banten, guna mendapatkan hak penunjukan langsung (PL) proyek itu.

Proyek aspirasi rakyat DPRD Banten ini telah menjadi sorotan media sejak akhir 2015 lalu. Ini ketika tagihan proyek sebanyak 774 paket terdiri atas 180 proyek jalan lingkungan, 534 proyek mandi cuci kakus (MCK), dan 60 proyek drainase, tidak dibayarkan DSDAP Banten. Untungnya, kini pihak dinas telah menyanggupi untuk membayar hak para pengusaha itu. Para pengusaha dijanjikan akan menerima pembayaran paling lambat pada 16 Mei 2016.

Persoalan ini memang terkesan selesai. Namun diduga proyek ini telah menjadi ajang bancakan para oknum anggota DPRD Banten dan sejumlah oknum pejabat DSDAP Banten. Para pengusaha diminta sejumlah uang dengan berbagai alasan. Mulai dari jatah preman, pembagian fee, uang administrasi, hingga uang entertanin untuk para pengawas proyek. 

Berdasarkan informasi yang berhasil dihimpun. Para pengusaha yang sebagian besar adalah pemain pemula pada proyek konstruksi, mendapat jatah penunjukan langsung dari dua pihak. Pihak pertama adalah oknum sejumlah anggota DPRD Banten, pihak lainnya dari oknum pejabat DSDAP Banten. “PL ada yang diberikan oknum anggota Dewan, ada juga dari DSDAP Banten,” ujar HL (28), pengusaha asal Lebak.

Menurutnya, untuk mendapatkan PL melalui oknum anggota dewan, pengusaha diminta semacam upeti. Nilainya beragam, mulai Rp 10 juta, Rp 15 juta, dan Rp 30 juta. Berbeda jika PL didapatkan dari oknum pejabat DSDAP, para pengusaha tidak diminta upeti. Namun oknum pejabat tersebut meminta jatah saat pembayaran proyek dilakukan. 

“Kalau yang melalui pejabat dinas, tidak dipatok berapa nilainya. Itu tergantung lobi, entah berapa persen dari nilai pembayaran proyek,” terangnya. 

Pungutan liar juga terjadi ketika para pengusaha tengah mengurus administrasi guna menyelesaikan kontrak kerja. AN (34), warga Pandeglang, diminta biaya hingga Rp 5,5 juta per kontrak. “Saya dapat 10 paket pekerjaan, artinya saya harus keluar uang Rp 55 juta untuk membuat 10 kontrak kerja. Sebab, satu kontrak biayanya sampai Rp 5,5 juta. Rp 4,5 juta sebelum pembuatan kontrak, Rp 1 juta saat serah terima pekerjaan,” akunya. 

Pungutan selanjutnya terjadi ketika para pengusaha tengah dalam masa pengerjaan. Kali ini yang beraksi adalah para oknum pengawas pekerjaan DSDAP. AZ (32), pengusaha asal Tangerang mengatakan jika para oknum pengawas yang pada dasarnya telah dibiayai dinas, meminta uang entertain. Mereka mengancam tidak akan membuatkan laporan bilamana tidak menerima uang itu. “Nominalnya beragam, pernah minta Rp500 ribu, lalu kemudian Rp700 ribu, macam-macam lah,” jelasnya.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News