Tetangga B
Oleh: Dahlan Iskan
Tuntutan massa itu dibahas di pleno DPRD. Tetapi belum bisa ada keputusan. Marganas masih dalam perjalanan dari Batam.
Hari ketiga barulah Marganas tiba di Sibolga. Dia dipanggil dua instansi sekaligus: polisi dan DPRD. Pidana dan politis.
Begitulah beratnya jadi pimpinan koran. Pun di zaman setelah reformasi: 2008. Marganas sudah tahan banting. Dia pekerja keras. Tahan menderita. Bekerja siang malam. Sejak ketika fasilitas dan gaji masih sangat kecil.
Sampai di kantor polisi, Marganas tidak sempat diperiksa. Massa sudah kembali memenuhi DPRD Tapteng. Marganas pindah ke DPRD. Ada sidang pleno di lembaga wakil rakyat itu.
Marganas menjelaskan apa adanya: berita itu ditulis dengan niat baik –menyiarkan acara Maulid Nabi. Wartawan yang menulis beritanya pun beragama Islam.
Kesalahannya benar-benar tidak disengaja. Wartawan salah pencet keyboard N. Berita itu dikirim lewat internet ke redaktur di Siantar.
Redakturnya tidak sempat koreksi. Koran harus cepat dicetak. Pukul 23.00 harus dikirim ke Sibolga. Agar pukul 06.00 Harian Metro Tapanuli sudah sampai di agen-agen di Sibolga nan jauh.
Alasan itu tidak bisa diterima. Massa tetap menuntut Metro Tapanuli ditutup. DPRD pun memutuskan begitu. Marganas pilih jalan bijaksana: bersedia menutup Metro Tapanuli.