‘The Aceh Way’, Pilihan Soft Power Dalam Mengelola Konflik Aceh
MOU antara Pemerintah Indonesia dan the Free Aceh Movement (GAM), atau dikenal dengan sebutan "Helsinki Agreement", adalah pedoman bagi sebuah proses transformasi Aceh.
Dari sisi substansi Helsinki Agreement memuat 6 agenda utama, yakni: (1) Governing of Aceh; (2) Human Rights; (3) Amnesty and Reintegration into society; (4) Security Arrangements; (5) Establishment of the Aceh Monitoring Mission; (6) Dispute settlement. Ada berbagai agenda yang lebih rinci dari masing-masing agenda tersebut.
Namun, perhatian utama adalah "Law on the Governing of Aceh", atau Undang-Undang Pemerintahan Aceh, yang harus ditetapkan paling lambat pada 31 Maret 2006.
Inti dari pesan Helsinki Agreement, yakni, "Aceh akan melaksanakan kewenangan dalam semua sektor publik, yang akan diselenggarakan bersamaan dengan administrasi sipil dan peradilan, kecuali dalam bidang hubungan luar negeri, pertahanan luar, keamanan nasional, hal ikhwal moneter dan fiskal, kekuasaan kehakiman dan kebebasan beragama, dimana kebijakan tersebut merupakan kewenangan Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan Konstitusi".
Kesepakatan damai ini sangat tak terlepas dari peran Wakil Presiden Jusuf Kalla ketika itu. Ia memantau proses negosiasi dari tahap ke tahap, dari Round One hingga Round Five serta pertemuan-pertemuan terbatas guna memecahkan jalan buntu dalam perundingan.
Ketika menghadiri International Conference 10th Year Anniversary of MoU Helsinki di Aceh, pada 14 November 2015, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengakui bahwa, "Perundingan ini cukup rumit karena harus mengedepankan dua tujuan dari pihak yang berbeda. Di satu sisi, sejumlah permintaan dari GAM diupayakan untuk diakomodir. Tetapi, di sisi lain, pandangan negatif dari dalam negeri juga harus ditelan pahit" (portalsatu.com, 15/11/2015).
Makna dibalik "The Aceh Way"
Akhirnya, proses Kesepakatan Helsinki ini menghadirkan sebuah narasi besar soal upaya negara mengelola resolusi konflik dan perdamaian yang berkelanjutan. Kisah perdamaian Aceh menjadi sebuah succes story bagi Indonesia dalam menerapkan pendekatan soft power, sebagaimana Joseph Nye dalam bukunya, "Bound to Lead: The Changing Nature of American Power (1990),
mengenalkan konsep soft power ketimbang hard power dengan jalan tekanan dan kekerasan.