The Good, The Bad, and The Ugly

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

The Good, The Bad, and The Ugly
Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh. Foto: Ricardo

Politik identitas dianggap sebagai bahaya bagi demokrasi dan banyak yang menganggapnya bisa membunuh demokrasi. 

Pandangan ini muncul dari perspektif liberal dan sekular yang memisahkan agama dari negara. 

Akan tetapi, di sisi lain para pendukung unifikasi agama dan negara menganggap bahwa agama tidak bisa dipisahkan dari politik karena agama dianggap sebagai sumberi etika dan akhlak sekaligus sumber legitimasi yang transenden.

Indonesia bukan negara agama tetapi juga bukan negara sekular. 

Para pendiri bangsa sudah sepakat bahwa Pancasila menjadi kalimatun sawa’ atau common denominator yang menjadi platform berbangsa dan bernegara. 

Sila pertama Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa yang menjadi spirit bagi keempat sila lainnya.

Keempat sila, kemanusiaan, persatuan, permusyawaratan, dan keadilan mengandung nilai-nilai humanisme yang sekular karena berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan kehidupan manusia supaya menjadi makmur dan sejahtera. 

Makmur artinya terpenuhi kebutuhan fisik dan ekonominya, sejahtera berarti terjamin kebutuhan jiwa dan spritualnya. 

Surya Paloh mengutip kisah film The Good, The Bad, and The Uglyitu ketika berpidato pengukuhan doktor honoris causa yang diterimanya dari Universitas Brawijaya

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News