The Next Gus Dur
Oleh: Dhimam Abror Djuraid
Kalangan tua kemudian disebut sebagai kelompok tradisionalis dan kalangan muda dikelompokkan sebagai modernis.
Pemodelan berdasarkan tipologi modernis dan tradisonalis bukanlah identitas yang absolut. Tradisionalis dan modernis hanya cara pandang untuk melakukan identifikasi kedua golongan itu.
Saat ini batas-batas keduanya menjadi kabur, kecuali cara pandang atas teks dan sikapnya atas materialitas kebudayaan.
Kaum reformis memiliki kecenderungan menerapkan praktik puritan dalam beragama, kalangan tradisionalis memiliki sikap akomodatif terhadap praktik-praktik kebudayaan—masyarakat setempat yang lekat dengan kronik mistisisme— menggunakan mendakatan fikih yang lebih elastis dan dinamis.
Antara realitas yang bergerak dinamis dengan hukum-hukum normatif agama tidak berjalan bertentangan, melainkan didialogkan menggunakan dalil-dalil fikih. Pergumulan Islam dengan nilai budaya setempat menuntut adanya penyesuaian terus-menerus tanpa harus kehilangan ide aslinya sendiri.
Berdirinya NU pada 1926 oleh kakek Gus Dur dipengaruhi oleh beberapa peristiwa internasional. Runtuhnya Turki Usmani membuat pendulum kekuasaan politik Islam bergeser kembali ke jazirah Arab dengan munculnya kekuatan Wahabi di Arab Saudi.
Islam yang lahir dan besar di jazirah Arab bergeser sumbunya ke Iraq, Syria, Iran, Turki, dan Mesir. Selama Perang Dunia Pertama pada 1930-an Arab Saudi menjadi kekuatan politik minor.
Setelah Turki Usmani jatuh pada 1924 Arab Saudi bangkit menjadi sumbu baru kekuatan Islam.
Gus Yahya disebut-sebut akan banyak meniru Gus Dur dalam memimpin Nahdlatul Ulama.
- Temui Gus Yahya, Mendikdasmen Prof Mu'ti Berharap Terus Jalin Kerja Sama dengan NU
- Menjelang Pelantikan Prabowo, Gus Yahya Bicara Soal Harapan Besar
- Bamsoet: Prabowo Menyambut Baik Keputusan MPR Terkait Bung Karno, Soeharto, dan Gus Dur
- Delapan Prabowo
- Tiga Presiden
- TAP MPR II/2001 Sudah Tidak Berlaku, Bamsoet Desak Segera Pulihkan Nama Baik Gus Dur