The Next Gus Dur

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

The Next Gus Dur
Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf. Foto: Kenny Kurnia Putra/JPNN.com

Setelah tujuh abad ‘’hilang’’ Islam akhirnya kembali ke pangkuan tempat kelahirannya yang asli di tanah Arab Saudi. Hal ini kemudian melahirkan gerakan revivalisme, mengembalikan Islam kepada ajarannya yang murni sesuai teks orisinal Al-Qur'an dan hadis.

Kejatuhan kekhilafahan Turki menjadi bukti melemahnya politik Islam. Berakhirnya kekhilafahan Turki Usmani menjadi akhir sistem pemerintahan yang dibangun berdasarkan formalitas agama.

Hal itu menimbulkan respons umat muslim di dunia untuk mencari alternatif dari model-model kepemimpianan umat Islam.

Gerakan Wahabi mencoba mengisi kevakuman itu dengan mengusung misi pemurnian praktik beragama yang dalam pelaksanaannya sering berbenturan dengan praktik budaya sebagai praktik yang umum, tetapi dianggap sebagai pencemaran terhadap akidah Islam.

Praktik ziarah kubur, membangun kompleks makam orang-orang suci, dan ritual-ritual ziarah tahunan, adalah praktik tradisional yang dibongkar oleh Wahabi melalui gerakan pemurnian.

Gerakan ini mempunyai pengaruh yang kuat di Indonesia sehingga terjadi gesekan antara kalangan tradisionalis dengan modernis.

NU lahir di tengah kondisi ketegangan itu. NU berusaha melakukan moderasi dengan berpegang pada mazhab Syafii yang fleksibel, tetapi tetap menghormati ‘’Empat Mazhab’’ yang menjadi aliran mainstream dalam Islam dan berusaha mencari jalan tengah yang akomodatif.

Gerakan NU bertujuan untuk melakukan amal, pendidikan, memajukan pertanian dan perdagangan. Selain, persoalan menekankan kepentingan agama NU juga berperan aktif dalam agenda-agenda transformasi sosial, ekonomi, politik, dan pendidikan.

Gus Yahya disebut-sebut akan banyak meniru Gus Dur dalam memimpin Nahdlatul Ulama.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News