Tidak Ada Bayi Tergencet, Akuarium pun Jadi

Tidak Ada Bayi Tergencet, Akuarium pun Jadi
Tidak Ada Bayi Tergencet, Akuarium pun Jadi
Tapi, sorak-sorai "suporter" yang menginginkan kereta api terus bisa mencetak gol tidak henti-hentinya bergema. Para penyerang di barisan depan kereta api pun tidak lelah-lelahnya membuat gol. Membuat gol sekali, kebobolan gol sekali. Membuat lagi gol dua kali, kebobolan gol lagi sekali. Tapi, untuk gol-gol berikutnya, lebih banyak yang dibuat daripada yang masuk ke gawang sendiri.

 

Jonan sebagai kapten tim kereta api terus memberi umpan ke depan sambil lari ke muka dan ke belakang. Untung, badannya kecil dan kurus sehingga larinya lincah. Untung, gizinya baik sehingga tidak perlu minggir untuk minum. Untung (meski si kapten kadang main kayu dan nada teriaknya kasar), wasitnya tidak melihat atau pura-pura tidak melihat.

 

Kalau saja timnya tidak bisa bikin banyak gol, pastilah dia sudah terkena kartu merah: baik karena"tackling-nya yang keras maupun teriakan-teriakannya yang sering melanggar etika bermain bola.

 

Saya tahu bahwa Jonan orang yang tegas, lurus, dan agak kosro (saya tidak akan menerjemahkan bahasa Surabaya yang satu itu karena Jonan adalah arek Suroboyo). Tapi, dalam periode sekarang ini kereta api memang memerlukan komandan seperti itu. Saya kagum dengan Menteri BUMN Sofyan Djalil, kok dulu bisa menemukan orang unik seperti Jonan.

 

HARI itu wartawan foto berbondong ke Stasiun Pasar Senen, Jakarta. Semua wartawan (he he he, saya pun dulu begitu) sudah hafal ini: Stasiun Senen

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News