Tidak Etis Pegawai KPK yang Lulus TWK Minta Tunda Pelantikan sebagai ASN

jpnn.com, JAKARTA - Komunikolog Emrus Sihombing menyatakan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi yang lulus tes wawasan kebangsaan harus mengikuti pelantikan sebagai aparatur sipil negara (ASN).
Direktur eksekutif EmrusCorner itu menegaskan pegawai KPK yang sudah memenuhi syarat atau lulus TWK itu harus menunjukkan sikap dan perilaku taat terhadap pimpinan.
"Jika pimpinan sudah menetapkan pelantikan menjadi ASN, maka harus ditaati," kata Emrus melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin (31/5).
Emrus menilai permintaan 588 pegawai KPK agar menunda pelantikan menjadi ASN sebagai bentuk solidaritas terhadap pegawai-pegawai yang tidak lulus TWK tidak etis, karena komisi antikorupsi itu bukan lembaga politik.
"Tidak boleh meminta ditunda hanya karena alasan solidaritas kepada yang tidak memenuhi syarat karena KPK bukan lembaga politik yang sifatnya bertukar kepentingan," ungkap dia.
Pengajar di Universitas Pelita Harapan itu menegaskan pegawai KPK wajib taat pada keputusan pimpinan yang sudah dibuat secara kolektif kolegial.
Menurut dia, bila ada pegawai KPK yang memilih untuk tidak mengikuti pelantikan sebagai ASN, maka mereka tidak perlu dilantik.
Sebab, kata Emrus, sikap mereka yang ingin menunda pelantikan menjadi ASN merupakan bentuk pembangkangan kepada pimpinan.
Emrus Sihombing menilai permintaan 588 pegawai KPK agar menunda pelantikan sebagai ASN sebagai bentuk solidaritas terhadap pegawai-pegawai yang tidak lulus TWK tidak etis karena komisi antikorupsi itu bukan lembaga politik.
- Febri Endus Cepatnya Kasus Hasto ke Pengadilan Atensi Khusus yang Tak Wajar, Buktinya?
- Reaksi Hasto setelah Dengar Dakwaan KPK: Ini Daur Ulang demi Kepentingan Politik
- Hasto Kristiyanto: Tanpa Supremasi Hukum, Republik Ini Tak Akan Kokoh
- Peringatan Keras Presiden Prabowo kepada ASN, Seluruh PNS dan PPPK Harus Paham
- Gubernur Sulut Bakal Tangkap ASN yang Berkeluyuran Saat Jam Kerja
- Sebelum Sidang, Hasto Sebut Kasusnya sebagai Kriminalisasi Politik