Tidak Janjikan yang Muluk-muluk

Tidak Janjikan yang Muluk-muluk
Menkum HAM Amir Syamsuddin saat berdiskusi di Jakarta, Sabu (13/7). FOTO; Ricardo/JPNN
Ini dipahami secara manusiawi. Hal-hal ini jadi kekecewaan yang terakumulasi kemudian ditambah dengan situasi listrik mati dan kurangnya air bersih serta ,overcapacity. Setelah invetarisasi masalah saya tidak janjikan hal yang muluk-muluk.  Saya coba menangkap apa yang menjadi alasan-alasan mereka dan mana yang mungkin dan dapat dipertimbangkan. Sebelum saya berangkat ke Medan pun saya meminta Dirjen untuk mengirimkan radiogram ke seluruh pelosok Indonesia bahwa mereka (napi) yang terdampak oleh PP 99 tapi putusan pidananya itu telah berkuatan hukum sebelum Juni 2013 itu tidak kena. Jadi yang sudah berkekuatan hukum tetap sebelum PP ini lahir tidak terkena pengetatan remisi. Pengetatan remisi  hanya berlaku untuk napi yang memiliki kekuatan hukum tetap setelah adanya PP.

Sebenarnya akibat dari PP 99 itu kita harus menambah biaya di lapas karena tidak semua napi mendapat remisi dan tinggal lebih lama di lapas. Itu jangka pendek yang bisa kami lakukan untuk saat ini untuk mencegah terjadinya hal serupa di Tanjung Gusta.

Sekarang pertanyaannya apakah kondisi di 2011 yang saya hadapi sudah berubah saat ini ? terkait pemberian hukuman pada terpidana. Terutama untuk kasus korupsi sudah ditambah dengan pasal tindak pidana pencucian uang sehingga hukuman menjadi lebih berat.  Apakah ada peluang kemudian PP 99 ini diubah disesuaikan dengan keadaan atau masih perlu ada PP itu? Ini kita lihat nanti apakah rasa keadilan masyarakat sudah terpenuhi tentu akan dievaluasi.

Bagaimana dengan masalah overcapacity yang terjadi di Lapas, baik di Tanjung Gusta  maupun Lapas lainnya?

RIBUAN napi di Lapas Tanjung Gusta, Medan, Sumatera Utara, mengamuk, Kamis (11/7) lalu. Gedung lapas dibakar, ratusan napi kabur dari terali besi.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News