Tiga Bulan Bisa Keliling Eropa tanpa Biaya
Minggu, 26 Januari 2014 – 08:28 WIB
Ilia Sumilfia Dewi (kanan), Eko Nur Syah Hidayat (tengah), dan Juliet (kiri) di Plaza Semanggi, Jakarta, (19/1). Foto: M. Salsabyla/Jawa Pos
Eko mengaku aktivitasnya di asosiasi itu bertujuan untuk memperluas pergaulan. "Awalnya saya kaget ketika bertemu para peserta konferensi Esperanto di Australia kemarin. Misalnya, mereka coba memeluk dan mencium saya. Tapi, saya akhirnya sadar bahwa itu budaya mereka. Saya sih senang bisa tahu itu," ungkapnya. (*/c5/ari)
BAHASA adalah identitas bangsa. Namun, lain cerita dengan bahasa Esperanto, bahasa internasional tanpa embel-embel negara. Bahasa yang sempat dianggap
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi
BERITA TERKAIT
- Musala Al-Kautsar di Tepi Musi, Destinasi Wisata Religi Warisan Keturunan Wali
- Saat Hati Bhayangkara Sentuh Kalbu Yatim Piatu di Indragiri Hulu
- Kontroversi Rencana Penamaan Jalan Pramoedya Ananta Toer, Apresiasi Terhalang Stigma Kiri
- Kisah Jenderal Gondrong ke Iran demi Berantas Narkoba, Dijaga Ketat di Depan Kamar Hotel
- Petani Muda Al Fansuri Menuangkan Keresahan Melalui Buku Berjudul Agrikultur Progresif
- Setahun Badan Karantina Indonesia, Bayi yang Bertekad Meraksasa demi Menjaga Pertahanan Negara