Tiga Sahabat di Bali Reuni Turun-temurun hingga Cucu-Cicit

Tiga Sahabat di Bali Reuni Turun-temurun hingga Cucu-Cicit
Keluarga besar Anak Agung Ketut Djelantik, I Gusti Made Kuna, dan dr Moh. Soebadi berkumpul dalam acara reuni di Denpasar, Bali. -DEWANDRA FOR RADAR BALI
Apa yang membuat trio DKS bisa menyatukan diri menjadi satu keluarga besar dan bertahan hingga 69 tahun" Menurut drg Musbadiana, 61, kisah persaudaraan DKS itu berawal dari ayahnya, dr Soebadi, yang bertugas di Bali. "Ayah bertugas selama 12 tahun di Bali. Tentu saja, ibu kami, Moesdiati, ikut mendampingi selama ayah bertugas itu," ujar drg Diana, panggilan anak keempat  Soebadi kepada Jawa Pos Radar Bali.

Tahun 1944 Soebadi tugas di Nusa Penida. Sempat dinas di RS Wangaya, lalu memimpin RS Tabanan. Pada tahun 1956 keluarga Soebadi meninggalkan Bali karena Soebadi meninggal dunia di usia muda,  39 tahun, terserang penyakit jantung.

Selama bertugas di Bali itulah, Soebadi mengenal dengan dekat Bupati Karangasem (kala itu) Anak Agung Ketut Djelantik. Dua sahabat itu kemudian juga menjalin persahabatan yang kental dengan seorang hakim di Tabanan bernama I Gusti Made Kuna. Mereka lalu mengukuhkan diri dengan penyebutan keluarga DKS (Djelantik, Kuna, Soebadi).

Soebadi memiliki lima anak. Masing-masing adalah Prof dr Musbadiany (Diany Yogiantoro), Musbadianty (Didy), Prof Dr dr Musbadianto (Doddy), Drg Musbadiana (Diana), dan Drg Musbadiono (Bagus). Empat dari lima anak Soebadi adalah dokter. Hanya Didy yang memutuskan untuk berprofesi lain. "Didy sempat kuliah kedokteran namun memilih keluar. Dia kemudian menjadi pegawai swasta, di Astra," ungkap Diana.

JARANG ada tiga sahabat yang menjalin hubungan kekeluargaan sejak 1944 bisa bertahan hingga sekarang, 69 tahun kemudian. Tapi, fenomena langka itu

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News