Tika Bima
Oleh: Dahlan Iskan
jpnn.com - SEBENARNYA saya kasihan kepada Tika. Dia wanita. Dia harus berkubang jalan mencari rumah Bima. Tetapi apa boleh buat. Begitu tinggi penasaran pembaca: siapa Bima. Yang bikin TikTok soal jalan dajjal di Lampung itu.
Namun Tika masih muda. Wartawan suka pada tantangan. Semestinya. Saya ingat pernah berbuat lebih kejam dari itu: menugaskan wartawati menjelang tengah malam. Pukul 23.30 malam itu ada kecelakaan dramatis. Di luar kota. Hasil liputannyi sudah harus masuk ke redaksi dua jam kemudian.
Malam itu deadline dimundurkan ke pukul 00.30. Agar kecelakaan dramatis itu bisa terbit di koran keesokan harinya. Mesin cetak dihentikan untuk menunggu berita itu.
Tahun itu saya masih menjabat pemimpin redaksi yang, ehm, ditakuti. Wartawati itu pun berangkat dengan sepeda motornyi. Hasil liputan tengah malamnyi istimewa. Dramatis. Eksklusif, apalagi belum ada medsos dan internet.
Kali ini saya sudah lebih sabar. Mungkin karena sudah tua. Dan lagi Tika bukan anak buah saya. Dia anak buah dari anak buahnya anak buah saya.
"Tidak harus berangkat sekarang," ujar saya pada Tika. Hari sudah sore. "Besok pagi enggak apa-apa," kata saya lagi.
Saya pun bertanya pada Tika: "Anda punya anak berapa?"