Tim WHO Gagal Ungkap Asal-usul COVID-19
jpnn.com, WUHAN - Seorang anggota tim peneliti Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengaku terkejut dengan kerumitan untuk mengetahui asal usul pandemi COVID-19, sehingga dibutuhkan penelitian selama bertahun-tahun.
Dominic Dwyer, seorang ahli mikrobiologi dan ahli penyakit menular, mengatakan tim WHO yang berkunjung ke Wuhan telah menerima akses yang diminta dari otoritas Tiongkok ketika mencoba memahami hari-hari awal wabah virus corona baru yang pertama kali diidentifikasi di kota itu.
"Semua orang tahu bagaimana wabah benar-benar meledak dari pasar Huanan di Wuhan, tetapi kuncinya adalah apa yang terjadi sekitar waktu itu dan sebelumnya," kata Dwyer, Jumat (5/2).
Dwyer, seorang spesialis HIV/AIDS Australia yang sebelumnya bekerja dengan WHO selama wabah SARS dan flu burung, mengatakan bahwa teka-teki dari COVID-19 adalah bahwa pembawa asimtomatik awal mungkin tidak tahu bahwa mereka mengidapnya.
"Sangat naif untuk berpikir bahwa kita akan mendapatkan virus zero," kata Dwyer, merujuk pada pengidap pertama virus tersebut.
Lebih lanjut ia menuturkan bahwa kasus-kasus awal teridentifikasi pada November, tetapi sebenarnya yang sangat krusial untuk diteliti adalah rentang waktu sebelum itu.
Dalam hal ini, Dwyer sependapat dengan rekan setimnya Peter Daszak, seorang ahli zoologi dan ahli penyakit hewan, dalam penekanannya pada kesulitan memahami penyakit tersebut.
"Bahkan SARS, bahkan Ebola, kami punya beberapa gambaran bagus, tetapi tidak ada yang tahu (keseluruhannya). HIV pun kami tidak tahu keadaan pastinya," kata Daszak kepada Reuters.
Setelah sekitar tiga pekan melakukan investigasi di Tiongkok, tim WHO akhinrya mengaku tidak sanggup mengungkap asal usul COVID-19
- Wanita Global
- Jadi Ancaman Global, Aksi SIAP Lawan Dengue Diluncurkan
- Halaman Belakang
- WNA China Tewas Kecelakaan di Sungai Musi, Dokter Forensik Ungkap Temuan Ini
- Bertemu Pengusaha RRT, Presiden Prabowo: Kami Ingin Terus Bekerja Sama dengan China
- Temui Para Taipan Tiongkok, Prabowo Amankan Investasi Rp 156 Triliun