Timah Bangka Belitung jadi Incaran Dunia, China Sudah di Sana
jpnn.com, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Panjaitan mengungkap, timah di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung mengandung material rare earth atau logam tanah jarang yang kini menjadi incaran dunia.
Dengan potensi tersebut, Bangka Belitung merupakan wilayah kaya dan harus bisa dimanfaatkan semaksimal mungkin, bagi kepentingan dan kesejahteraan masyarakatnya.
"Timah yang di Bangka itu mengandung rare earth. Itu sekarang bisa diekstrak dari timah. Nah rare earth ini sekarang jadi incaran dunia. Jadi saya kira, Pak Gubernur (Provinsi Babel-red), daerah Anda itu kaya. Sekarang bagaimana memanfaatkan ini," kata Luhut dalam Webinar Nasional terkait Peran Aktif Pemerintah Daerah dalam Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia yang diselenggarakan secara virtual di Jakarta, Selasa (23/6).
Gubernur Bangka Belitung Erzaldi Rosman bercerita tentang upaya pemerintah setempat yang tengah mendorong pengembangan hilirisasi timah.
Ia menjelaskan daerahnya yang dikenal sebagai penghasil timah memang masih terus mengembangkan produk pertambangan tersebut.
"Namun, ini sangat berhubungan sekali dengan kekuatan dari Jakarta, terutama soal kebijakan timah tidak lagi diekspor berupa balok, tetapi sudah harus dihilirisasi, dibuat berupa solder, berupa bubuk dan sebagainya. Insyaallah tahun ini hilirisasi sudah bisa dijalankan," kata Erzaldi.
Kendati sudah bisa melakukan hilirisasi, Erzaldi mengatakan hilirisasi timah itu tidak dilakukan oleh PT Timah.
Hilirisasi produk timah itu digarap melalui kerja sama perusahaan asal China dan perusahaan lokal
Luhut Panjaitan mengungkap, timah di Bangka Belitung mengandung material rare earth yang kini menjadi incaran dunia.
- Forum Pemuda Indonesia-China: Generasi Muda Jadi Jembatan Kerja Sama
- Semifinal BWF World Tour Finals 2024: Ganda Campuran China dan Malaysia Saling Sikut
- Bacakan Pledoi, Eks Dirut PT Timah Mengaku Pengin Benahi Perusahaan
- Menkeu Sri Mulyani Buka-bukaan soal Nasib Ekonomi Indonesia pada 2025
- Pengamat Nilai Kritik 'The Economist' kepada Prabowo Tak Sesuai Kenyataan
- 'Trump Effect' Bisa jadi Peluang Besar bagi Indonesia, Asalkan