Timpang

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Timpang
Dhimam Abror Djuraid. Foto: Ricardo/JPNN.com

Salah satu sumber persoalan sosial serius yang disorot Piketty adalah apa yang disebutnya sebagai ‘’kapitalisme patrimonial’’ (patrimonial capitalism) yang menjadi gejala abad ini dan terus terjadi sampai sekarang.

Salah satu indikator berkembangnya kapitalisme patrimonial adalah munculnya orang-orang kaya baru, bukan karena kepintaran bisnis atau karena punya bakat bisnis, tetapi karena mendapatkan warisan.

Orang-orang kaya baru ini mendapatkan warisan dari keluarganya yang bisa dinikmati turun-temurun tanpa harus bekerja sedetik pun.

Piketty memberi contoh sosok Francoise Bettencourt Meyers asal Prancis pewaris perusahaan kosmetik raksasa L'Oreal, dengan kekayaan Rp 1.250 triliun wanita ini tercatat sebagai manusia terkaya ke-12 di seluruh dunia.

Ia mewarisi kekayaannya dari ayah dan kakeknya yang merupakan pendiri L’Oreal. Menurut Piketty, Bettencourt-Meyers menjadi kaya raya tanpa pernah bekerja satu menit pun di seumur hidupnya.

Dengan menggunakan data orang terkaya versi majalah Forbes, Piketty menyimpulkan bahwa Bettencourt memiliki kekayaan yang tumbuh lebih cepat dibandingkan seorang Bill Gates yang menemukan Microsoft.

Inilah fenomena kapitalisme warisan yang sekarang menjadi fenomena di dunia dan banyak terjadi di Indonesia juga.

Studi Piketty ini menjadi alarm yang harus menyadarkan semua orang bahwa pemberantasan kemiskinan tidak bisa terjadi secara otomatis seiring dengan pertumbuhan ekonomi.

Inilah fenomena kapitalisme warisan yang sekarang menjadi fenomena di dunia dan banyak terjadi di Indonesia juga.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News