Tindak Pidana Ideologi Negara dalam KUHP Harus Diatur Lebih Lanjut
“Ada yang perlu dicermati jika Pasal 188-190 ini diterapkan sebagai tindak pidana biasa, sementara terorisme dianggap sebagai tindak pidana luar biasa. Bagaimana dengan penanganannya di lembaga pemasyarakatan berkeamanan maksimum?” ucapnya.
Senada dengan Eva, Ketua Program Doktor SKSG UI Margaretha Hanita mengungkapkan bahwa pada level tertentu, seseorang yang dipidana dengan kejahatan makar justru meningkatkan keterkenalan dan pengaruh di kelompoknya.
“Kita perlu cermat dalam membedakan mana yang merupakan makar dan mana yang merupakan terorisme,” kata dia.
Ishlah Bahrawi, dari Jaringan Moderat Indonesia mengatakan bahwa seringkali sebuah negara lengah dalam memantau ideologi yang bisa menjadi sumber terorisme.
“Wahabi-salafi adalah embrio terorisme. Ini berasal dari pengalaman dialog langsung dengan mantan napiter yang menantang saya dialog karena protes atas pernyataan saya. Terhadap kelompok yang taqiyah inilah kita perlu menerapkan 188, 189, dan 190,” ujar dia. (cuy/jpnn)
Para akademisi menilai tindak pidana ideologi negara dalam KUHP harus diatur kembali.
Redaktur & Reporter : Elfany Kurniawan
- Tokoh Masyarakat Hingga Akademisi Sebut Arinal Membawa Perubahan di Lampung
- Agung Wicaksono Tawarkan 3 Pilar Utama untuk Wujudkan Visi 'ITB 2030'
- Akademisi Ini Sebut Tak Ada Intervensi Presiden di Pilkada 2024
- Gelar Pertemuan Tahunan di Bandung, Perbani: Bahas Inovasi Terkini
- Setelah UNPAD, Akademisi Antikorupsi UII Juga Meminta Segera Bebaskan Mardani H Maming
- Software Testing Makin Diminati, IDSTB Conference 2024 Dapat Sambutan Antusias