Tinggal Puluhan Tahun di Australia, Nuim Khaiyath Masih Merasa Indonesia
Lulusan Fakultas Sastra dari Universitas Islam Sumatera Utara ini kemudian sempat menjadi dosen, sebelum akhirnya mendapat tawaran menjadi penyiar RASI.
"Saya sempat juga jadi penyiar BBC, tapi saya lebih suka Melbourne daripada London, jadi tak lama disana dan kembali ke RASI."
"Rumah dalam hati saya itu ada dua, di Indonesia dan di Melbourne, meski saya bergaul dengan orang australia, saya tetap mempertahankan ciri-ciri saya sebagai orang Indonesia."
Karenanya Nuim menolak untuk menyelipkan kata-kata Bahasa Inggris saat berbicara dalam Bahasa Indonesia.
Anak bungsu dari 8 bersaudara ini mengaku kedua orang tuanya adalah yang paling berjasa dalam hidupnya hingga bisa menjadi wartawan di luar negeri, meski bukan mimpinya saat kecil.
"Karena orang tua itu memberi bekal, selain dari bekal agama dan lain sebagainya, ayah mengatakan untuk hidup senang jangan cerewet," ujarnya.
"Nomer dua, sukai apa yang engkau kerjakan, jangan kerjakan apa yang engkau sukai, nanti susah," tambahnya.
Simak berita-beritanya lainnya dari Australia hanya di ABC Indonesia.
Bagi pendengar setia Radio Australia siaran Bahasa Indonesia (RASI), nama Nuim Khaiyat tidaklah asing lagi lewat suaranya yang menyapa setiap hari
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi
- Upaya Bantu Petani Indonesia Atasi Perubahan Iklim Mendapat Penghargaan
- Dunia Hari Ini: Tanggapan Israel Soal Surat Perintah Penangkapan PM Netanyahu
- Dunia Hari Ini: Warga Thailand yang Dituduh Bunuh 14 Orang Dijatuhi Dihukum Mati
- Biaya Hidup di Australia Makin Mahal, Sejumlah Sekolah Berikan Sarapan Gratis
- Rencana Australia Membatasi Jumlah Pelajar Internasional Belum Tentu Terwujud di Tahun Depan
- Dunia Hari Ini: Konvoi Truk Bantuan Untuk Gaza Dijarah Kelompok Bersenjata