Tinggalkan Kampung Halaman, Putu Jadi Guru Gamelan

Tinggalkan Kampung Halaman, Putu Jadi Guru Gamelan
BERBAGI CERITA: Putu Gede Setiawan saat diwawancarai di Tokyo akhir pekan lalu. Foto: Henny Galla/Jawa Pos
"Pascabom, Bali jadi sepi," ungkapnya. Tak hanya membunuh dan melukai korban serta keluarganya, aksi teroris saat itu mencederai iklim bisnis di Bali. Angka kunjungan turis asing pun melemah dalam tempo singkat. Padahal, pariwisata adalah sumber pemasukan utama para penduduk pulau Seribu Pura itu. Hampir setahun Putu terlilit rantai krisis ekonomi. Akhirnya, dia mendapat masukan dari sang istri, Miki Tsukazaki, 39.

Miki yang merupakan warga Jepang menyarankannya untuk pindah kerja serta tinggal di Jepang. Namun, itu bukan pilihan mudah. Apalagi, Putu adalah anak laki-laki satu-satunya di antara dua saudara perempuannya. Dalam tradisi Bali, anak laki-laki satu-satunya di dalam keluarga diharapkan tak pergi jauh dan lama dari orang tua.

Kendati demikian, Putu tetap melaksanakan ide sang istri yang dinikahi pada 2001 itu. Berangkatlah Putu bersama Miki ke Jepang pada Oktober 2003. Saat tiba di sana, ada satu hal yang meresahkan dirinya. "Saya tak lancar bahasa Jepang. Kalaupun Inggris, tetap diterjemahkan pada huruf katakana, sehingga pelafalannya beda," ungkapnya lantas tertawa.

Setelah menjejakkan kaki di Tokyo, kali pertama yang dia pikirkan adalah cara mendapatkan pekerjaan yang menggunakan bahasa Inggris sebagai alat komunikasi. Karena susah, hampir sebulan dia menganggur. Akhirnya dia mendapat pekerjaan mulai menjadi pramusaji di restoran Tiongkok, klub tempat artis Jepang ngumpul, sampai di sebuah hotel di kawasan Shinjuku. Semuanya bertahan empat tahun hingga 2007. Sampai akhirnya dia berkarir di bidang logistik divisi importasi.

MENGABDI bertahun-tahun di negeri orang sebenarnya bukan pilihan Putu Gede Setiawan. Namun, tragedi di tanah air memicunya untuk merantau jauh dari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News