Tinggalkan Perusahaan Beken, Kini jadi Bos di Penjara
’’Kalau hanya Sabtu-Minggu pas libur, tidak akan berhasil. Jadi, saya putuskan untuk keluar. Per Desember 2014, saya mundur,’’ ungkap perempuan kelahiran 4 April 1978 itu.
Setelah resign, Denok memilih untuk pulang kampung. Ekonomi menjadi alasan utamanya.
Menurut dia, hidup di Jakarta tanpa pekerjaan bukanlah hal mudah. Sedangkan di Solo, Denok bisa berhemat.
Di Solo, kata dia, Rp 3.000 saja sudah bisa dapat sebungkus nasi. Untuk tempat tinggal, dia juga tidak khawatir karena sudah punya rumah di kawasan Colomadu.
’’Nah, di Jakarta juga sudah banyak sekali pegiat lingkungan hidup. Tinggal percepatan warganya, sedangkan di Solo belum ada. Karena itu, saya pilih untuk pulang,’’ kata alumnus Universitas Indonesia itu.
Sesampai di Solo, Denok sempat bingung harus memulai dari mana. Penjara menjadi hal pertama yang terlintas dalam benak Denok.
Dia melihat potensi sampah yang begitu besar di penjara. Dia membayangkan 600 narapidana akan menghasilkan banyak sampah dalam sehari.
Berdasar informasi yang didapat Denok, dalam sehari, rutan itu menghasilkan tiga pikap sampah.
Denok Marty Astuti telah punya posisi di pabrik motor terbesar di tanah air. Namun, dia memutuskan untuk resign demi berfokus mengurus sampah di
- Aktivis Lingkungan Dukung Seruan Menteri LH Agar Industri AMDK Gunakan Galon Ulang
- Chandra Asri dan Rumah Atsiri Edukasi Pengelolaan Sampah Personal Care
- Kementerian LH Tutup Pembuangan Sampah Ilegal di Bekasi
- Gelar Coastal Clean-Up, Pertamina Patra Niaga Regional JBB Kumpulkan 5,2 Ton Sampah Anorganik
- Mengubah Sampah Jadi Pulsa, Begini Caranya
- Pertamina Eco RunFest 2024: Carbon Neutral Event untuk Kampanye Sustainable Living