Tingkatkan Daya Saing, Pemerintah Kembangkan Kakao
jpnn.com, JAKARTA - Pemerintah mengembangkan kakao berkelanjutan lahan seluas 477 ribu ha pada tahun ini untuk mendorong produktivitas dan meningkatkan daya saing kakao rakyat. Pengembangan kakao ini di antaranya melalui kegiatan utama perluasan, peremajaan, rehabilitasi dan intensifikasi.
Dirjen Perkebunan, Kementerian Pertanian, Kasdi Subagyono megatakan, pada 2019 ini telah dialokasikan pengembangan kakao seluas 7.730 ha melalui kegiatan peremajaan dan perluasan yang didukung operasional substation dan pilot project fertigasi kakao. Selain itu juga telah diluncurkan Kredit Usaha Rakyat (KUR), khusus perkebunan untuk mendorong petani/pekebun dalam mengembangkan budidaya kakao.
Menurutnya, ada beberapa faktor pendukung potensi kakao di tanah air bisa ditingkatkan produksi dan kualitasnya. Di antaranya, Indonesia memiliki areal lahan cukup luas yang sesuai untuk kakao. Faktor lainnya adalah, minat pekebun cukup tinggi dan tersedianya bahan tanam unggul.
“Dalam pengembangan kakao juga ada dukungan berupa paket teknologi dari pemerintah, tersedianya SDM peneliti yang berkualitas," ujarnya.
Kasdi melihat, kakao juga menjadi komoditas sosial. Artinya, usaha perkebunan kakao tersebut hampir 97% diusahakan perkebunan rakyat yang melibatkan sekitar 1,7 juta kepala keluarga (KK). Bukan hanya itu, komoditas kakao juga mempunyai nilai ekonomis tinggi karena memberikan sumbangan dalam perolehan devisa sebesar 1,24 miliar dollar AS.
Lantaran memiliki potensi ekonomi besar dan sebagai penghasil devisa negara, pemerintah terus mendorong kinerja kakao nasional dengan cara meningkatkan produktivitas kakao yang di tanam pekebun. “Kalau dipandang dari aspek agribisnis, performance komoditas kakao cukup prospektif. Sebab, saat ini tren pertumbuhan konsumsi dunia cenderung meningkat signifikan," kata Kasdi.
Bahkan menurut Kasdi, komoditas kakao memiliki potensi pasar lokal luar biasa. Bahkan, peluang pasar ekspornya juga besar. Sejumlah negara seperti Eropa, Amerika Serikat (AS), Asia (Singapura dan Malaysia), dan sejumlah negara lain seperti Timur Tengah juga meminati produk kakao Indonesia.
“Sayangnya yang dijual atau diekspor itu sebagian besar berupa biji kakao. Padahal, petani bisa menjual kakao yang sudah diolah, sehingga bisa mendapat nilai tambah,” papar Kasdi.
ari luasan kebun kakao yang dikelola petani sudah banyak tanaman yang sudah tua dan tidak produktif, sehingga perlu penanganan khusus. Begitu juga dengan kurangnya intensitas pemeliharaan kebun.
- Hamdalah, Mentan Amran Sulaiman Pastikan Stok Pangan Aman Jelang Natal dan Tahun Baru
- Pemprov Kalsel Siapkan 41.829 Hektare Untuk Optimalisasi Lahan Rawa
- Dukung Industri Kopi Nasional, BNI Gandeng PMO Kopi & Kakao Nusantara
- Pelaku Usaha Harapkan Prabowo Bentuk Badan Otoritas Sawit
- Jadi Mitra Strategis Kementan, Kementrans Siap Bantu Penyediaan Tenaga Kerja
- DWP Kementan Memperkuat Peran Strategisnya Sejalan dengan Visi Indonesia Emas 2045