Tingkatkan Panen, Agroekologi Solusi Pertanian Masa Depan

"Tesis saya membuktikan itu. Di Sumatera Barat, produksi (padi) tinggi. Bisa menghasilkan sebelas ton per hektare,” ujar Lily.
Lily menjelaskan, gerakan agroekologi ini sebenarnya sudah mulai muncul di Indonesia sejak awal 2000-an.
Kendala yang dihadapi, kata dia, kebijakan yang belum mendukung agar agroekologi dijadikan pilihan dalam budi daya.
"Lalu preferensi konsumen kita masih belum mendukung dan rantai tata niaga (produksi pertanian) konvensional yang masih sangat dominan menguasai pasar," jelas Lily.
Sementara itu, Ketua Bidang Koleksi Bank Benih, Asosiasi Bank Benih Tani Indonesia (AB2TI) Azwar Hadi Nasution mengatakan, untuk mengarusutamakan agroekologi di Indonesia harus menemukan definisi yang jelas dan khas.
Di dunia, kata dia, gerakan agroekologi ini didorong oleh pemikiran yang berbeda-beda.
Untuk membangun defenisi agroekologi di Indonesia, sambung Azwar, setidaknya ada enam prinsip agroekologi yang telah disusun oleh ilmuwan dari Berkeley University.
Keenam prinsip itu di antaranya menjaga keberagaman sumber daya genetika, menghasilkan benih secara mandiri, menghargai kearifan dan pengetahuan lokal.
Kepala Departemen Proteksi Tanaman Institut Pertanian Bogor (IPB) Suryo Wiyono menilai agroekologi bisa menjadi solusi pertanian pada masa mendatang.
- Setiawan Ichlas Disambut Hangat saat Mudik ke Palembang, Lihat Ada Pak Gubernur
- Kementan Gelar Forum Komunikasi Publik Penerbitan Standar Pelayanan Produk PSAT
- Mentan Amran Bangun Kerja Sama dengan Yordania, Ketua GAN Yakin Sektor Pertanian RI Bakal Maju
- Wujudkan Satu Data Pertanian di Kabupaten Sukabumi, Kementan dan BPS Bersinergi
- Panen Raya 2025, Serapan Gabah Naik 2.000 Persen
- Cerita Presiden Prabowo Punya Tim Pertanian Hebat, Apresiasi Kinerja Kementan