Tionghoa Dewasa dalam 10 Tahun
Minggu, 08 Februari 2009 – 07:03 WIB
Saya masih ingat, delapan tahun lalu, kepala barongsai di Pontianak masih sangat berat: 6 kg. Lama-lama beratnya turun menjadi 5 kg, lalu 4 kg, dan kini sudah seringan 1,2 kg. Perajin sudah bisa menggunakan kulit bambu khusus yang ada di Jawa yang meski disayat amat tipis tetap amat kuat. Tidak lama lagi, pastilah kita bisa mengekspor barongsai.
Dalam jangka panjang sebaiknya Indonesia juga menciptakan sistem pertandingan internasional yang lebih menarik. Saya sudah melontarkan ini di kalangan intern masyarakat barongsai Indonesia. Terutama setelah saya tahu bahwa sistem pertandingan yang sekarang ini ternyata ciptaan Malaysia, salah satu guru barongsai kita.
Menurut penilaian kita, sistem yang sekarang sudah sangat atraktif, tapi jalannya pertandingan sangat lambat. Penggunaan tonggak yang tinggi-tinggi dan berat itu (berat tonggak tersebut sampai 2 ton), menyulitkan praktik pengaturannya. Memang menegangkan, tapi setiap peserta memerlukan waktu persiapan yang lama. Setiap grup harus membawa sendiri tonggak mereka. Juga harus menggunakan tonggak sendiri (karena tonggak itulah yang biasa digunakan saat berlatih sehingga bisa mengurangi tingkat bahayanya). Akibatnya, jarak penampilan satu peserta dengan peserta pertandingan berikutnya perlu waktu sampai hampir 20 menit. Penonton pun bosan menunggu persiapan yang begitu lama. Saya sendiri belum punya ide seharusnya yang bagaimana. Tapi, saya sudah bisa menyimpulkan bahwa sistem ini tidak bisa membuat pertandingan barongsai banyak ditonton orang.
Namun, dengan semua dinamika itu, sungguh tidak terkirakan bahwa masyarakat Tionghoa Indonesia bisa mencapai tahap kedewasaan sehebat ini hanya dalam waktu 10 tahun! (*)
ADA perkembangan yang sangat menarik dari banyaknya rombongan kesenian yang datang ke Indoensia setiap tahun (termasuk di sekitar Hari Raya Imlek
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi
BERITA TERKAIT